Scroll untuk membaca artikel
Rizki Nurmansyah
Kamis, 07 Oktober 2021 | 07:05 WIB
Suasana DKI Jakarta dengan latar langit biru di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta, Sabtu (28/8/2021). [ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna]

SuaraJakarta.id - Humas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Yogi Ikhwan mengatakan, Pemprov DKI menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 35 juta ton karbondioksida ekuivalen (CO2e) pada 2030.

Penurunan emisi GRK itu melalui sejumlah aksi mitigasi mulai dari sektor energi hingga pengolahan limbah.

"Target penurunannya 35 juta ton pada 2030," kata dia, Rabu (6/10/2021), dikutip dari Antara.

Yogi mencatat penurunan emisi gas rumah kaca pada 2018 di DKI Jakarta mencapai sembilan juta ton CO2e atau 26,51 persen.

Baca Juga: Penurunan Tanah Jakarta Melambat, Pemprov DKI Klaim karena Pajak Air Tanah

Sebagian besar penurunan itu disumbangkan dari efisiensi energi sebesar 82,75 persen dan sektor limbah melalui reduce, recycle dan reuse (3R) sebesar 74,96 persen.

Berdasarkan data DLH DKI Jakarta dalam Updated Nationally Determined Contribution saat Focus Group Discussion (FGD) tentang peran pemerintah daerah implementasi UNDC pada Selasa (5/10), disebutkan produksi emisi GRK 2010-2018 mengalami kenaikan.

Adapun kenaikan rata-rata produksi emisi GRK sejak 2010 hingga 2018 mencapai 2,4 juta ton CO2e.

Dalam data tersebut juga disebutkan pada 2019 dan 2020 terjadi penurunan produksi emisi GRK masing-masing sebesar 3,3 juta ton CO2e dan 1,39 juta ton CO2e.

Untuk menggenjot penurunan emisi GRK, Pemprov DKI memiliki aksi mitigasi. Antara lain pada sektor energi melalui efisiensi, perluasan penggunaan energi terbarukan, dan penggantian bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Seberapa Bahaya Kandungan Paracetamol yang Cemari Teluk Jakarta? Ini Kata DLH DKI

Masih di sektor energi, dengan peralihan menuju penggunaan transportasi publik, yakni mengoptimalkan dan melanjutkan integrasi stasiun dengan moda transportasi publik lainnya.

Kemudian menyelesaikan pengembangan transportasi berbasis rel (MRT/LRT), memperluas jaringan pelayanan MRT, LRT dan BRT hingga kawasan berbasis transit.

Selain transportasi publik, upaya lainnya yakni pengarusutamaan pejalan kaki dan pesepeda.

Dari sektor Pertanian, Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Lainnya (AFOLU) dilakukan dengan memperluas serapan emisi GBK misalnya ruang terbuka hijau, konservasi hutan bakau, hingga pertanian kota.

Selain itu, sektor limbah melalui aksi pengurangan sampah di sumber melalui optimalisasi kegiatan reduce, recycle and reuse/3R) hingga menerapkan pemilahan dan pengangkutan sampah terjadwal minimal tersebar pada 50 persen Rukun Warga.

Aksi lain di sektor limbah, yakni optimalisasi pengolahan air limbah dan pengembangan pengolahan sampah.

Kemudian dari sektor Industrial Processes and Production Use (IPPU) melalui aksi penggunaan energi ramah lingkungan bagi industri dengan melakukan peralihan penggunaan bahan bakar Euro 4 dan gas pada kegiatan industri dan terakhir yakni melalui jalur diplomasi perubahan iklim. [Antara]

Load More