SuaraJakarta.id - Keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) kini dapat mendaftar calon prajurit TNI. Hal itu menyusul adanya terobosoan baru dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa terkait rekrutmen penerimaan prajurit TNI.
Terkait ini, Pengamat Hukum Tata Negara Tuty Widyaningrum menilai kebijakan tersebut merupakan langkah patriotirk dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk membuat bangsa Indonesia yang lebih bersatu dan lebih besar.
"Pernyataan Jenderal Andika Perkasa justru sebagai tindakan patriotik. Merupakan sikap dan tindakan yang memang dibutuhkan untuk membuat bangsa ini lebih bersatu dan lebih besar dan mempunyai perspektif yang visioner," katanya kepada SuaraJakarta.id, Kamis (31/3/2022).
Menurutnya, hingga saat ini tak ada aturan yang secara lugas melarang keturunan PKI daftar TNI. Pasalnya, dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 hanya melarang ajaran marxisme dan turunan ajaran lainnya. Tapi bukan melarang orangnya.
Tuty menuturkan, jika aturan tersebut untuk melarang ajaran atau pemahamannya itu perlu dilakukan pemerintah untuk membentengi dari pemahaman komunisme setelah dianggap PKI menjadi dalang peristiwa 30 September 1965 yang menjadi bencana nasional, membuat trauma dan melukai bangsa.
"Jadi negara itu bisa melarang, negara punya hak melarang, walaupun katakanlah berserikat berkumpul merupakan hak asasi manusia. Namun beberapa hal HAM itu tidak universal. Sehingga TAP MPRS itu yang merupakan pengejawantahan politik pemerintah kebijakan ya itu sebuah kewajaran dengan maksud dan tujuan mungkin membentengi dari pengaruh paham komunisme tersebut," tuturnya.
Tetapi, lanjut Tuty, aturan tersebut tidak bisa dijadikan untuk melarang orang yang menganut pemahaman komunisme tersebut. Terlebih saat ini, keturunan anggota PKI sudah mencapai beberapa keturunan.
"Namun ketika berbicara mengenai orangnya yang menganut pemahaman itu, ajaran kan bersifat abstrak, sementara saat pembasmian PKI secara kelembagaan dan simpatisan dan sebagainya sudah sangat cukup lampau. Sekarang juga sudah generasi ketiga, keempat," ungkap Tuty.
Menurut Tuty, secara sosiologis saat ini keturunan PKI sudah sangat jauh untuk dapat melakukan indoktrinasi generasi ke bawahnya. Generasi saat ini, lanjut Tuty, lebih mengenal media sosial dan cenderung tidak terlalu peduli dengan kesejarahan.
"Apalagi sejarah juga menjadi polemik sekadar cerita-cerita seperti itu, tidak merasakan feel atau apa seperti generasi tahun 1998 dan lain-lain. Nggak ada lah semacam ingatan yang memadai untuk mengingat dan mengamalkan ajaran (PKI) itu. Jadi menjadi tidak masuk akal kalau yang menjadi keturunannya kedua, ketiga tidak boleh mendaftar anggota TNI juga nggak masuk akal," papar Tuty yang merupakan dosen Hukum Tata Negara dan Sekretaris Program S2 dan S3 Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
Sedangkan secara hukum, kata Tuty, Jenderal Andika Perkasa perlu melakukan sosialisasi yang lebih luas kepada masyarakat sebagai edukasi. Pasalnya, harus ada perspektif berbeda antara ajaran komunisme dengan keturunan PKI.
"Wacana ini menarik untuk mengedukasi masyarakat. Harus ada perbedaan perspektif dalam melihat ini. Secara keturunan kan dia (keturunan PKI) warga Indonesia, kalau semuanya jadi harus sesuai UUD, Pancasilais dan lainnya, ya sudah balik lagi ke konstitusinya," ungkap Tuty.
Tuty menyebut, justru jika adanya pelarangan bagi keturunan PKI daftar TNI akan melanggar konstitusi yang tertuang dalam Undang-undang 1945. Ketentuan konstitusi pada Pasal 27 ayat 1 menyatakan, warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tidak ada kecualinya.
"Ini saja sebagai basic bahwa tidak ada di dalam negara demokrasi di Indonesia ini yang lebih tinggi daripada yang lain secara hak dan kewajibannya. Kemudian masuk ke hak konstitusional warga negara, ia adalah hak asasi manusia tapi juga hak warga negara. TNI itu kan juga profesi, ketika ada pelarangan akan melanggar hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak," bebernya.
Kemudian, kata Tuty, dalam Pasal 27 ayat 3 disebutkan setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara. Dipertegas pada Pasal 30 ayat 1 bahwa tiap-tiap warga negara wajib ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara.
Berita Terkait
Terpopuler
- Skincare Reza Gladys Dinyatakan Ilegal, Fitri Salhuteru Tampilkan Surat Keterangan Notifikasi BPOM
- Tanggal 18 Agustus 2025 Cuti Bersama atau Libur Nasional? Simak Aturan Resminya
- 3 Klub yang Dirumorkan Rekrut Thom Haye, Berlabuh Kemana?
- Pemain Liga Inggris Rp 5,21 Miliar Siap Bela Timnas Indonesia di SEA Games 2025
- Selamat Datang Jay Idzes! Klub Turin Buka Pintu untuk Kapten Timnas Indonesia
Pilihan
-
Ekonomi RI Tumbuh 5,12 Persen, Pemerintah Jadi Mesin Utama Pendorong Pertumbuhan
-
Adu Kokoh Maarten Paes vs Emil Audero: Siapa Pilihan Kluivert di Kualifikasi Piala Dunia 2026?
-
Prediksi Starting XI Timnas Indonesia vs Arab Saudi: Senjata Rahasia Garuda di Jeddah?
-
5 Untung Rugi Jay Idzes ke Torino: Lonjakan Karier atau Tantangan Berisiko?
-
Selamat Tinggal Mees Hilgers! FC Twente Tak Sabar Dapat Duit Rp120 Miliar
Terkini
-
Anti Luntur, Contek Riasan Kece Buat Pesta 17 Agustus di Kampung
-
Bank Mandiri Perkuat Komitmen ESG Melalui KPR Hijau
-
Protes Pesawat Delay, Penumpang Lion Air Malah Teriak Bawa Bom, Kini Terancam Penjara
-
Penyiraman Air Keras di Jakarta Utara, Polisi Tangkap Empat Pelaku yang Masih Pelajar
-
Aksi Koboi Jalanan Pengemudi Pajero di Tangsel, Ngaku Aparat Acungkan Pistol Gegara Cekcok Klakson