Scroll untuk membaca artikel
Erick Tanjung | Fakhri Fuadi Muflih
Senin, 16 Januari 2023 | 18:39 WIB
Ilustrasi sosialisasi jalan berbayar elektronik atau ERP di Jakarta. [Antara]

SuaraJakarta.id - Anggota Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta, Hasan Basri menyatakan penolakan terhadap rencana penerapan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) di ibu kota. Ia menilai tidak sepantasnya masyarakat dipungut biaya hanya untuk melewati jalan raya.

Hal ini disampaikan Hasan dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI soal rencana penerapan ERP, Senin (16/1/2022). Rapat ini belakangan ditunda lantaran beberapa perwakilan Pemprov DKI tidak hadir.

Ia membandingkan dengan pembuatan jalan tol yang memang sudah wajar ada pemungutan biaya bagi yang melintas. Sebab, jalur bebas hambatan itu memang dibuat oleh swasta dengan tujuan bisnis.

"Atas nama Fraksi NasDem, saya menolak ERP. Kalau jalan tol, itu kan dibangun oleh swasta. Jalan tol ambil pembayaran, ya wajar aja karena swasta sudah tambang modal di situ," ujar Hasan.

Baca Juga: DPRD DKI Minta Penerapan ERP Tidak Langsung di 25 Ruas Jalan, Diuji Coba di Tiga Titik Dulu

"Lah ini, 25 ruas jalan di Jakarta, ini kan pakai uang rakyat membangunnya. Kenapa mereka harus bayar saat lewat situ?" katanya.

Saat ini, DPRD DKI sedang membahas draf Rancangan Peraturan Daerah atau Rapreda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE). Dalam aturan itu, rencananya penerapan ERP akan dilakukan pada 25 ruas jalan.

Hasan pun mengusulkan setidaknya ERP jangan langsung diterapkan di 25 ruas jalan. Menurutnya, lebih baik penerapannya dilakukan dulu di satu sampai dua ruas.

"Kalau toh itu dilaksanakan, jangan langsung dilaksanakan di 25 ruas jalan dong. Satu atau dua (ruas jalan) dulu sebagai contoh. Nanti itu dievaluasi," jelasnya.

Selain itu, ia menilai sebenarnya sistem ini tidak berdampak besar pada pengurangan kemacetan di Jakarta. Pengendara akan memilih untuk melewati jalan lain yang tidak menerapkan ERP.

Baca Juga: Kebijakan ERP adalah Cara Menyeluruh Mengurai Kemacetan di DKI Jakarta

"Itu malah memindahkan kemacetan dari satu tempat ke tempat lain. Contohnya ganjil-genap. Saat berlaku jam sekian sampai jam sekian, banyak kendaraan yang lewat jalur alternatif terlebih dahulu," katanya.

Penerapan ERP Masih Panjang

Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut proses penerapan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di Jakarta masih cukup panjang. Setidaknya ada tujuh tahapan yang harus dilalui sebelum akhirnya kebijakan ini dijalankan.

Tahapan pertama adalah pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLE) di DPRD DKI. Pihak Dinas Perhubungan DKI telah menyerahkan drafnya untuk dibahas menjadi Perda.

"ERP kan sekarang masih dalam proses di DPRD, Raperda namanya. Itu masih ada beberapa tahapan, nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Terus jadi Perda," ujar Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (11/1).

Setelah itu, ia akan mulai membahas penyusunan Peraturan Gubernur yang merupakan turunan dari Perda tersebut. Pergub ini diperlukan karena berisi pelaksanaan atau teknis dari penerapan ERP di Jakarta.

"Setelah itu baru proses lagi untuk proses bisnisnya, proses bisnisnya masih pembahasan. Nanti siapa yang mengelola badan usahanya apa, itu juga dibahas dengan DPRD," ucapnya.

Tahapan keempat adalah penentuan jalan mana saja yang akan menerapkan ERP. Beberapa titik memang sudah ditentukan berdasar sejumlah kriteria yang diatur dan selanjutnya dibahas lagi di DPRD.

Barulah tahapan ke enam adalah melakukan penentuan tarif. Sejauh ini kisaran biaya ERP yang diperkirakan adalah Rp5.000 sampai Rp19.900.

Tahapan terakhir atau ketujuh adalah membahas keseluruhan rencana dengan pemerintah pusat. "Kira-kira itu, masih ada tujuh tahapan. itu dibahas mulai tahun 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023," pungkasnya.

Load More