SuaraJakarta.id - Perjuangan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyambangi daerah-daerah terus berlanjut. Kali ini, anggota DPD RI asal Jawa Timur itu mengajak kader Pemuda Pancasila di Provinsi Jambi untuk mendorong lahirnya konsensus nasional, agar kembali kepada sistem bernegara rumusan para pendiri bangsa.
Sistem tersebut merupakan sistem yang terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, berikut penjelasannya, dengan nama Sistem Demokrasi Pancasila dan Sistem Ekonomi Pancasila. Hal ini merupakan sistem tersendiri, yakni sistem asli Indonesia yang tak mengacu kepada sistem liberal barat maupun komunisme di timur.
"Sebuah sistem yang akan memperkuat posisi dan kedudukan rakyat sebagai pemilik kedaulatan dalam ketatanegaraan dan bernegara kita, sehingga bangsa ini akan semakin kuat, karena rakyat berhak untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa," ujar LaNyalla, saat menyampaikan orasi kebangsaan pada acara 'Penguatan 4 Pilar Kebangsaan, yang diselenggarakan Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Provinsi Jambi di Graha Pemuda Pancasila Provinsi Jambi, Minggu (25/6/2023).
Dengan menerapkan sistem Demokrasi Pancasila dan Ekonomi Pancasila, LaNyalla optimistis, tujuan dan cita-cita negara yang terdapat di Alinea ke IV Naskah Pembukaan Konstitusi dapat dicapai, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang muaranya adalah terwujudnya
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pria asli Bugis yang lahir di Jakarta dan besar di Surabaya itu melanjutkan, sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa adalah sebuah sistem yang mampu mewadahi atau menjadi wadah secara utuh bagi semua elemen bangsa sebagai wujud penjelmaan seluruh rakyat.
"Rakyat benar-benar memiliki tolok ukur dan saluran di dalam mekanisme ketatanegaraan kita," tutur LaNyalla.
Menurutnya, hal ini penting untuk disampaikan, lantaran sejak Era Reformasi, bangsa ini telah melakukan amandemen konstitusi sebanyak empat tahap, sepanjang 1999-2002. Amandemen tersebut tak lagi mencerminkan Pancasila dalam dalam isi Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar hasil amandemen itu.
Bahkan sebaliknya, pasal-pasal yang telah diganti sebanyak 95 persen itu, justru menjabarkan ideologi lain, yaitu Liberalisme dan Individualisme sebagai kebutuhan landasan ekonomi kapitalistik.
"Akibatnya, Indonesia terasa semakin gagap menghadapi tantangan
dunia masa depan yang semakin kompleks dan tidak pasti. Hal itu terjadi arena lemahnya kedaulatan negara dan lemahnya kekuatan ekonomi negara dalam menyiapkan ketahanan di sektor-sektor strategis," papar LaNyalla.
Baca Juga: Anggota DPD Minta Pemerintah Berantas Tuntas Mafia Tanah di NTT
Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum PSSI itu melanjutkan, saat ini negara negara di dunia mulai menyiapkan reposisi untuk menyongsong masa depan, berdasarkan keunggulan masing- masing negara berbasis keunggulan kompetitif atau komparatif yang mereka miliki.
Menurutnya, perubahan dan turbulensi global telah memaksa semua negara semakin memperkokoh kedaulatannya sebagai sebuah negara, terutama dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tidak pasti. Untuk memperkokoh kedaulatan s
ebuah negara, LaNyalla menilai diperlukan kerja sama, semangat kejuangan dan sumbangsih positif serta keterlibatan semua elemen bangsa tanpa kecuali.
"Untuk itu, diperlukan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara yang lebih sempurna, yang mampu memberi jawaban atas tantangan dan ancaman masa depan. Sistem tersebut tak lain adalah sistem bernegara sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri bangsa," kata LaNyalla.
Sejalan dengan LaNyalla, anggota DPD RI asal Jambi, M Syukur menegaskan pentingnya agar bangsa ini kembali kepada nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Menurutnya, Pancasila dan tiga pilar lainnya, yakni UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, merupakan landasan gerak bangsa ini yang sudah final alias tak boleh diganggu-gugat.
"Namun berdasarkan temuan survei Kompas baru-baru ini, sebanyak 5,2 persen kelompok yang ingin mengubah ideologi Pancasila menjadi ideologi lain. Mereka menilai bahwa masih memungkinkan jika Indonesia menggunakan ideologi lain, selain Pancasila," tutur Syukur.
Tag
Berita Terkait
-
Tak Lolos Calon DPD RI, Gede Suardana Berharap Ismaya Jaya Tetap Berjuang
-
Sampaikan Aspirasi, Masyarakat Adat Riau Datangi DPD RI Keluhkan Persoalan Legalitas Tanah
-
Ketua DPD Bertekad Lanjutkan Perjuangan Raja Denpasar IX Soal Sistem Bernegara
-
Dorong Perlindungan UMKM, Komite II Undang Kementerian/Lembaga Kunker Pengawasan UU Desain Industri
-
Anggota DPD Minta Pemerintah Berantas Tuntas Mafia Tanah di NTT
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
Terkini
-
7 Tren Fintech yang Diprediksi Mengubah Cara Masyarakat Bertransaksi pada 2026
-
Libur Tahun Baru 2026 Sudah di Depan Mata! Ini Jadwal Libur ASN yang Dinanti
-
8 Mobil Bekas untuk Mengatasi Biaya Perawatan Tak Terduga bagi Pengguna Minim Jajan
-
Cek Fakta: Viral Tautan Pendaftaran 500 Ribu Pekerja di Dapur MBG, Benarkah?
-
Duel HP Murah Layar AMOLED: Samsung vs Xiaomi, Siapa Paling Bagus?