SuaraJakarta.id - Sebagai alternatif pembiayaan di daerah, kebijakan penerbitan obligasi daerah yang hampir rampung dirancang pemerintah sebagai tindak lanjut UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah mendapat dukungan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Namun LaNyalla mengingatkan, penerbitan surat utang daerah tersebut harus ketat dan terukur. Ia meminta Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi koridor dan rambu yang ketat. Jangan sampai nafsu besar daerah menerbitkan surat utang, malah menjadi malapetaka fiskal daerah. Seperti sudah terjadi di beberapa negara lain.
“Sebagai alternatif pembiayaan saya pikir positif. Karena pembiayaan ini bersumber dari domestic idle money, sekaligus mengubah perilaku masyarakat dari savings-oriented society menuju investment-oriented society. Tetapi harus ketat dan terukur. Tidak bisa pukul rata, karena tidak semua pemda sama kekuatan fiskalnya,” tandas LaNyalla, Jumat (19/4/2024).
Menurutnya, yang harus diukur secara ketat adalah apakah proyek yang akan dibangun dengan penerbitan surat utang memiliki return of investment yang memenuhi syarat, mengingat kebanyakan proyek yang akan didanai melalui obligasi ini justru tidak diminati investor langsung.
“Jadi jangan sampai justru paradok. Karena tidak diminati melalui skema direct investor, lalu dibiayai melalui penerbitan surat utang. Kan malah menimbulkan pertanyaan, karena investor langsung pasti menghitung sebelum memutuskan untuk investasi. Jadi harus terukur juga,” tukas mantan Ketua Umum KADIN Jawa Timur itu.
Persoalan berikut yang harus diperhatikan dengan serius adalah kemampuan daerah di sektor fiskal dan sumber daya manusia untuk mengelola dana publik yang nilainya bisa triliunan rupiah tersebut.
“Apalagi kalau kita lihat data di BPK, masih banyak daerah yang memiliki catatan dan persoalan di sektor tata kelola keuangan. Belum lagi persoalan moral hazard dan perilaku koruptif,” imbuhnya.
LaNyalla juga mengingatkan jangan sampai hal-hal tersebut bermuara kepada terjadinya gagal bayar. Mengingat sudah ada beberapa contoh Pemerintah Daerah di China dan Negara Bagian di Amerika Serikat yang mengalami gagal bayar obligasi daerah.
Tag
Berita Terkait
-
LaNyalla Minta Pemerintah Tidak Naikkan Harga BBM Subsidi
-
Kian Tumbuh Subur, Produk dan Jasa Keuangan Berkelanjutan Bank Mandiri Makin Menggeliat
-
Perkuat Kapasitas Seller Ilmu Bisnis dan Keuangan, Mengantar Summit 2.0 Sukses Digelar
-
Rekor Baru di Indonesia! Bank Mandiri Catatkan Total Aset di Kuartal III 2023 Tembus Rp2.007 Triliun
-
Jack, Membebaskan Tim Keuangan untuk Menikmati Waktu Luang yang Lebih Banyak!
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
-
29 Unit Usaha Syariah Mau Spin Off, Ini Bocorannya
Terkini
-
8 Mobil Matic Bekas di Bawah Rp 80 Juta untuk Pemula yang Ingin Nyaman Hadapi Macet
-
Bank Mandiri Jelang Tutup Buku 2025: Kredit dan DPK Tumbuh Dua Digit, Likuiditas Terjaga
-
9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
-
7 Tren Fintech yang Diprediksi Mengubah Cara Masyarakat Bertransaksi pada 2026
-
Menjawab Tantangan Iklan Tak Terlihat dengan Pengukuran Berbasis AI