SuaraJakarta.id - Fenomena obesitas pada anak kian mengkhawatirkan. UNICEF baru-baru ini melaporkan bahwa 1 dari 10 anak usia sekolah dan remaja di dunia atau sekitar 188 juta anak mengalami obesitas.
Angka ini bahkan disebut telah melampaui masalah kekurangan berat badan dalam konteks malnutrisi.
Guru Besar FK-KMK UGM, Prof. Lily Arsanti Lestari, menegaskan bahwa konsumsi ultra processed food (UPF) memiliki hubungan erat dengan obesitas, penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, hingga kanker.
“Efek ini dimediasi oleh mekanisme biologis kompleks, mulai dari peradangan kronis, gangguan metabolisme, hingga perubahan mikrobiota usus,” ungkapnya dalam webinar nasional “Kontroversi Ultra Processed Food: Inovasi Teknologi Pangan dan Tantangan Kesehatan Masyarakat”, Selasa (16/9).
Menurut Lily, tantangan ke depan adalah memperkuat metode penelitian yang lebih standar serta mendorong kebijakan publik yang tegas, misalnya lewat penerapan cukai dan intervensi multi-level untuk mengurangi konsumsi UPF.
Ketua PATPI, Prof. Giyatmi, menambahkan bahwa teknologi pengolahan UPF sebenarnya lahir dari inovasi yang bermanfaat. Tujuannya untuk meningkatkan ketersediaan pangan, keamanan, hingga memperpanjang umur simpan produk.
Namun, ia mengakui kontroversi tetap muncul karena UPF kerap dituding sebagai penyebab obesitas, diabetes, dan penurunan kualitas gizi.
“Kontroversi inilah yang perlu kita bahas bersama, agar ada keseimbangan pandangan antara peneliti, akademisi, dan pemangku kepentingan,” ujarnya.
Praktis tapi Rentan Disalahpahami
Baca Juga: Fakta Baru Kasus Penyiksaan Anak di Kebayoran Lama Bikin Ngeri
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof. Sri Raharjo, menjelaskan bahwa UPF umumnya diformulasikan dengan lebih dari lima bahan.
Termasuk aditif seperti protein terhidrolisis, pati termodifikasi, hingga minyak terhidrogenasi.
Menurutnya, ultra processing bertujuan menciptakan produk praktis, menguntungkan, dan hyper-palatable yang bisa menggantikan pangan segar.
“Kita perlu menggeser fokus dari proses ke tujuan dan hasil. Industri juga harus lebih aktif melibatkan publik,” jelasnya.
Dari sisi industri, Mukhlis Bahrainy, CEO Pachira Group, mencontohkan inovasi seperti penggunaan modified protein yang bisa membuat produk creamy namun tetap rendah lemak.
Ia menegaskan, makanan tidak otomatis buruk hanya karena masuk kategori UPF.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Mobil Bekas dengan Sunroof Mulai 30 Jutaan, Kabin Luas Nyaman buat Keluarga
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
- Sulit Dibantah, Beredar Foto Diduga Ridwan Kamil dan Aura Kasih Liburan ke Eropa
- 5 Mobil Bekas 3 Baris 50 Jutaan dengan Suspensi Empuk, Nyaman Bawa Keluarga
- 5 Motor Jadul Bermesin Awet, Harga Murah Mulai 1 Jutaan: Super Irit Bensin, Idola Penggemar Retro
Pilihan
-
Bencana Sumatera 2025 Tekan Ekonomi Nasional, Biaya Pemulihan Melonjak Puluhan Triliun Rupiah
-
John Herdman Dikontrak PSSI 4 Tahun
-
Bukan Sekadar Tenda: Menanti Ruang Aman bagi Perempuan di Pengungsian
-
4 Rekomendasi HP Xiaomi Murah, RAM Besar Memori Jumbo untuk Pengguna Aktif
-
Cek di Sini Jadwal Lengkap Pengumuman BI-Rate Tahun 2026
Terkini
-
9 Mobil Bekas untuk Kebutuhan Fitur Lengkap dan Teknologi Canggih
-
10 Cara Merawat Mobil Matic Bekas untuk Mengatasi Risiko Rusak Dini bagi Pengguna Harian
-
Cek Fakta: Viral TNI AL Tembak Fasilitas Pengeboran Minyak Ilegal Milik Malaysia, Benarkah?
-
Cek Fakta: Viral Prabowo Lantik Raja Juli Antoni Jadi Menteri Bencana, Ini Faktanya!
-
10 Cara Merawat Mobil Matic Bekas untuk Mengatasi Risiko Kerusakan bagi Pengguna Harian