Andi Ahmad S
Senin, 01 Desember 2025 | 19:16 WIB
Ilustrasi Open BO di Jakarta. [Dok. Antara]
Baca 10 detik
  • Polres Pelabuhan Tanjung Priok menangkap A alias IR (21) karena menjual gadis di bawah umur (AI, 16) sebagai PSK di hotel, terungkap melalui penyamaran polisi.

  • Pelaku A alias IR mendapatkan keuntungan besar, Rp900 ribu per transaksi short time dengan korban (AI), yang didapatkannya dari pria inisial LWY.

  • A alias IR dijerat pidana karena mengambil keuntungan dari prostitusi yang melibatkan korban anak di bawah umur, dengan barang bukti uang dan telepon genggam.

SuaraJakarta.id - Fenomena prostitusi online atau yang akrab disebut Open BO di kalangan anak muda Jakarta kembali menelan korban dari kelompok rentan. Praktik eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur yang terorganisir rapi melalui aplikasi pesan singkat berhasil dibongkar oleh jajaran Polres Pelabuhan Tanjung Priok.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi realitas sosial di ibu kota, di mana seorang gadis belia berinisial AI (16) harus menjadi komoditas bisnis haram yang dikendalikan oleh pria dewasa.

Polisi berhasil menangkap tersangka utama berinisial A alias IR (21), seorang pemuda yang berperan sebagai muncikari atau penyalur jasa esek-esek tersebut pada Senin (24/11/2025).

Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok, AKP IGNP Krisnha Narayana, menjelaskan bahwa penangkapan ini bermula dari keresahan warga sekitar.

"Pengungkapan berawal dari informasi masyarakat mengenai aktivitas seorang pria yang diduga rutin mengantarkan pekerja seks di kawasan Sunter, Kecamatan Tanjung Priok," kata AKP Krisnha dilansir dari Antara.

Untuk membongkar jaringan ini, polisi menggunakan taktik penyamaran. Tim Satreskrim yang telah mengantongi nomor pelaku berpura-pura menjadi pelanggan hidung belang. Komunikasi intens terjadi via aplikasi pesan instan hingga disepakati harga untuk kencan kilat atau *short time* (ST) sebesar Rp1,5 juta.

Sebagai tanda jadi, polisi mentransfer uang muka (DP) sebesar Rp200 ribu. Tak lama kemudian, kesepakatan itu dieksekusi. Di lobi sebuah hotel di kawasan Sunter, muncikari A alias IR muncul bersama rekannya berinisial LWY, mengantarkan korban AI yang masih berusia 16 tahun.

Saat korban AI naik ke kamar untuk menemui "pelanggan" yang ternyata polisi, tersangka A alias IR menerima sisa pembayaran tunai sebesar Rp300 ribu. Saat itulah, petugas langsung melakukan penyergapan dan meringkus pelaku tanpa perlawanan.

Fakta yang paling membuat miris adalah besaran keuntungan yang diambil oleh para muncikari ini. Mereka memperlakukan anak di bawah umur layaknya mesin pencetak uang. Dari tarif Rp1,5 juta yang disepakati, korban AI hanya menerima bagian kecil, sementara bagian terbesarnya masuk ke kantong tersangka.

Baca Juga: Bagaimana Cara Jurnalis Investigasi Buka Kotak Pandora Skandal Besar?

"Pelaku inisial IR dapat untung Rp 900 ribu untuk sekali transaksi 'short time'," ungkap AKP Krisnha membeberkan ketimpangan tersebut.

Artinya, tersangka mengambil keuntungan lebih dari 60% dari tubuh korban yang dieksploitasi. Ini menunjukkan betapa rentannya posisi anak-anak yang terjerat dalam lingkaran prostitusi ini.

Penyidikan lebih lanjut mengungkap bahwa A alias IR tidak bekerja sendirian. Ia mengaku mendapatkan korban AI dari pria berinisial LWY (28).

Sosok LWY ini ternyata bukan orang baru di dunia perhotelan ia adalah mantan resepsionis salah satu hotel di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Pengalaman LWY di industri perhotelan diduga dimanfaatkan untuk memfasilitasi jaringan prostitusi ini.

Dalam penggerebekan tersebut, polisi mengamankan sejumlah barang bukti yang memperkuat dugaan tindak pidana perdagangan orang, antara lain:

  • Dua unit telepon genggam (smartphone) yang digunakan untuk transaksi.
  • Uang tunai Rp300 ribu (sisa pembayaran).
  • Satu alat kontrasepsi.
  • Bukti transfer bank dan pemesanan kamar hotel.

Atas perbuatannya yang merusak masa depan anak bangsa, tersangka kini harus menghadapi ancaman hukuman berat.

Load More