Andi Ahmad S
Jum'at, 05 Desember 2025 | 01:18 WIB
Ilustrasi anak dibawah usia 12 tahun pegang HP (Unsplash)
Baca 10 detik

Akses HP di bawah 12 tahun fatal. Paparan gawai mengubah struktur otak permanen, menipiskan korteks, dan merusak Prefrontal Cortex yang penting untuk emosi dan fokus.

Gawai menyebabkan krisis mental. Pemberian HP terlalu dini membanjiri otak dengan dopamin, memicu gangguan emosi, krisis tidur, obesitas, dan defisit kemampuan sosial.

Dianjurkan tunda kepemilikan HP. Gerakan Wait Until 8th menyarankan penundaan kepemilikan smartphone hingga usia 13–14 tahun demi melindungi kesehatan mental dan tumbuh kembang anak.

SuaraJakarta.id - Fenomena Digital Babysitter atau menjadikan gawai (gadget) sebagai pengasuh anak agar anteng, kini menjadi bom waktu yang siap meledak.

Bagi para orang tua milenial dan Gen Z yang membesarkan Generasi Alpha, peringatan keras baru saja muncul dari kalangan akademisi dan pakar neurosains.

Sebuah kompilasi studi terbaru yang dirilis oleh lembaga kesehatan mental global dan didukung oleh American Academy of Pediatrics menyoroti bahwa memberikan akses kepemilikan smartphone pada anak di bawah usia 12 tahun membawa risiko yang jauh lebih fatal daripada yang dibayangkan.

Usia 0-12 tahun disebut sebagai periode kritis di mana paparan layar berlebih bisa mengubah struktur otak secara permanen.

Mengapa angka 12 tahun menjadi patokan? Secara biologis, otak anak pada rentang usia ini masih dalam tahap pembangunan masif, terutama pada bagian Prefrontal Cortex area yang mengatur kontrol emosi, fokus, dan empati.

Dr. Jonathan Haidt, seorang psikolog sosial yang kerap meneliti dampak teknologi pada anak, dalam publikasi terbarunya menyebutkan adanya korelasi mengerikan antara penggunaan ponsel pintar di usia dini dengan penurunan kesehatan mental.

"Memberikan smartphone kepada anak di bawah usia 12 tahun ibarat memberikan kunci motor sport kepada seseorang yang belum bisa naik sepeda. Otak mereka belum memiliki rem untuk menahan dopamin yang membanjir dari notifikasi dan algoritma media sosial," ungkapnya dalam sebuah jurnal psikologi terkemuka, dilansir Jumat 5 Desember 2025.

Penelitian menggunakan pemindaian MRI juga menunjukkan bahwa anak-anak yang menghabiskan waktu lebih dari 7 jam sehari di depan layar mengalami penipisan prematur pada korteks otak. Kondisi ini berdampak langsung pada penurunan kemampuan kognitif dan IQ verbal.

Berdasarkan studi tersebut, berikut adalah tiga dampak destruktif utama yang mengintai anak-anak di bawah 12 tahun yang sudah kecanduan gawai:

Baca Juga: 15 Game Android Keren untuk Atasi Lag di HP RAM 4GB, Cocok buat Player Budget Tipis

Gangguan Regulasi Emosi (Tantrum Digital). Anak menjadi mudah marah, meledak-ledak, dan agresif ketika dipisahkan dari ponselnya. Ini terjadi karena sistem saraf mereka terbiasa dengan stimulasi tinggi dan tidak tahan dengan kebosanan.

Hilangnya Kemampuan Sosial (Social Skill Deficit). Kemampuan membaca ekspresi wajah dan nada bicara orang lain menurun drastis karena interaksi digantikan oleh emoji dan teks.

Krisis Tidur dan Obesitas. Cahaya biru menekan hormon melatonin yang mengatur tidur. Kurang tidur pada anak usia SD menghambat hormon pertumbuhan dan memicu obesitas dini.

Jika anak Anda sudah terlanjur lekat dengan gawai, belum terlambat untuk memutar balik keadaan. Lakukan detoks digital secara bertahap:

1. Zona Bebas HP. Tetapkan area (seperti meja makan) dan waktu (seperti 1 jam sebelum tidur) yang haram ada HP.

2. Perbanyak Aktivitas Fisik. Alihkan dopamin digital dengan dopamin alami dari olahraga atau bermain di luar ruangan.

Load More