SuaraJakarta.id - Pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economics (Core), Yusuf Rendy Manilet mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu mengantisipasi kepanikan berbelanja (panic buying) yang mungkin terjadi selama PSBB total.
Hal ini, kata Yusuf, mengingat kegiatan perkantoran, mall hingga tempat hiburan tutup dikarenakan kebijakan Jakarta PSBB total yang dimulai 14 September 2020 mendatang.
"Panic buying didorong atas rasa tidak aman yang dialami masyarakat. Sehingga untuk menetralisir hal itu pemerintah perlu melakukan sosialisasi massal terkait ketersediaan pangan," kata Yusuf di Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Pemprov DKI Jakarta mencabut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi, lalu memberlakukan kembali PSBB Total seperti awal masa pandemi Covid-19.
Baca Juga:Tanggapi Anies, Imam Besar Istiqlal: ke Masjid Sunah, Jaga Kesehatan Wajib!
Berkaca dari pengalaman enam bulan lalu, saat PSBB pertama kali diterapkan di Ibu Kota, terjadi panic buying.
Berbagai kebutuhan pokok dan esensial mendadak kosong dan melejit harganya akibat diborong warga.
"Selama masyarakat merasa ketersediaan pangan ini terjaga, mereka kecil kemungkinan melakukan panic buying dengan menimbun barang-barang," katanya.
Kebijakan PSBB yang sebelumnya pernah diterapkan pada Maret lalu, dapat menjadi pembelajaran berharga saat menerapkan PSBB Jakarta pekan depan.
"Salah satunya dengan menjaga alur distribusi barang-barang yang sifatnya esensial, seperti masker dan hand sanitizer," kata Yusuf.
Baca Juga:Pasrah Bioskop Dilarang, Pengusaha: yang Berkuasa Anies, Ikutin Saja
Pihak Kepolisian dan Satpol PP perlu kembali dilibatkan dalam menjaga alur distribusi barang-barang tersebut.
Selain itu, kebijakan pembatasan pembelian produk pangan tertentu, seperti beras, tepung terigu dan gula juga perlu diterapkan kembali untuk mencegah kepanikan berbelanja.
"Langkah itu sebenarnya sudah dilakukan pada PSBB tahap awal pada Maret lalu. Kebijakan itu bisa diambil jika memang diperlukan," kata Yusuf.
PSBB total kembali diberlakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan didasarkan tiga indikator, yaitu tingkat kematian, ketersedaan tempat tidur dan ICU khusus pasien Covid-19 serta tingkat kasus positif di Jakarta.
Angka rata-rata kasus positif Covid-19 di Jakarta adalah 13,2 persen atau di atas ketentuan aman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang berada di bawah 5,0 persen. [Antara]