Pengakuan Agus Karyawan Pabrik Keramik Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja

Ribuan buruh berdemo di depan kantor Bupati Tangerang menolak UU Cipta Kerja.

Rizki Nurmansyah
Selasa, 06 Oktober 2020 | 18:28 WIB
Pengakuan Agus Karyawan Pabrik Keramik Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja
Ribuan buruh berdemo di depan Kantor Bupati Tangerang menolak pengesahan UU Cipta Kerja, Selasa (6/10/2020). [Suara.com/Ridsha Vimanda Nasution]

SuaraJakarta.id - Ribuan buruh berdemo di depan Kantor Bupati Tangerang pada, Selasa (6/10/2020). Mereka menyampaikan aspirasinya terkait penolakan UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR, kemarin.

Salah satu yang ikut demo tersebut adalah Agus. Pria berusia 37 tahun ini anggota dari Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Tangerang.

Dia mengaku, rela tidak tidur hanya untuk berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa tersebut. Soalnya, bapak satu anak ini sehabis bekerja shift malam.

"Saya belum tidur nih. Semalam habis kerja shift tiga pulang pagi langsung ikut demo," ujar Agus kepada Suara.com di sela-sela aksi unjuk rasa, Selasa (6/10/2020).

Baca Juga:FSPMI Sumut: UU Cipta Kerja Rampas Hak Buruh Secara Terang-terangan

Tidak heran, Agus memang lebih banyak duduk-duduk di trotoar. Hanya sesekali dia berdiri mendekati mobil komando untuk mendengarkan orasi.

Agus tak menampik, dirinya tidak cukup paham terkait UU Cipta Kerja. Dia mengaku berunjuk rasa hanya turut meramaikan.

"Saya dari kawasan Pasar Kemis. Mengikuti unjuk rasa ini sebenarnya hanya ikut meramaikan saja. Istilahnya solidaritas dengan yang lain," ungkapnya.

"Dari Pasar Kemis itu sekitar 300-500 orang yang berunjuk rasa di sini. Jadi partisipasi dan solidaritas cukup kuat," sebutnya.

Mengikuti unjuk rasa, Agus menyebut, sudah berpamitan dengan istri dan mendapatkan izin. Tidak ada larangan maupun protes.

Baca Juga:Bentrok, Massa Aksi Menolak UU Cipta Kerja Lempar Bom Molotov ke DPRD Jabar

"Alhamdulilah istri tidak melarangi. Karena saya sudah izin, itu yang penting. Meskipun ikut beginian (demo) cuma dapat sekadar uang makan saja dan istri tahu itu," jelasnya.

"Uang makan yang dikasih juga sebenarnya dari angota serikat buruh hasil mengumpulkan uang kas. Uang itu digunakan untuk kegiatan ini," sambungnya yang enggan menyebutkan nominal.

Agus mengakui kehidupannya sebenarnya sudah berkecukupan. Dia bekerja di salah satu pabrik produksi keramik di kawasan Pasar Kemis dengan upah Rp 4,2 juta setiap bulan.

"Saya gaji sudah Upah Minimum Provinsi (UMP) Banten. Bersyukur setiap bulan terima Rp 4,2 juta-an dan itu tercukupi kebutuhan. Apalagi saya sudah karyawan tetap," tuturnya.

"Untuk itu mengikuti demo ini karena rasa solidaritas. Saya masuk di serikat SPSI ini biar banyak teman juga," paparnya.

Sejumlah buruh melakukan aksi teatrikal di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020).  [ANTARA FOTO]
Sejumlah buruh melakukan aksi teatrikal menolak UU Cipta Kerja, Selasa (6/10/2020). [ANTARA FOTO]

Aspirasi Buruh

Tidak berselang lama, perwakilan buruh keluar dari kantor Bupati bersama Sekretaris Daerah (Sekda) Moch Maesyal Rasyid, sekira pukul 14.00 WIB.

Maesyal langsung menaiki salah satu mobil komando para buruh. Dengan mengenakan pengeras suara, dia menyampaikan akan menindaklanjuti aspirasi dari para buruh.

"Tolong dengarkan rekan-rekan buruh. Hari ini juga aspirasi kalian akan segera ditindaklanjuti. Kami akan membahas dengan dewan dan menyampaikan ke pemerintah pusat," ungkapnya.

Kemudian tidak lama, Maesyal pun turun dengan pelan-pelan dari mobil komando. Sementara para buruh satu per satu membubarkan diri dengan tertib.

Sejumlah buruh mengikuti aksi mogok kerja di halaman PT Panarub Industry, Kota Tangerang, Banten, Selasa (6/10/2020).   [ANTARA FOTO]
Sejumlah buruh mengikuti aksi mogok kerja di halaman PT Panarub Industry, Kota Tangerang, Banten, Selasa (6/10/2020). [ANTARA FOTO]

Tuntutan Buruh

Maesyal menjelaskan, beberapa perwakilan buruh menyampaikan beberapa hal tuntutan terkait UU Cipta Kerja.

Diantaranya, dia melanjutkan, buruh keberatan karena aturan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi karyawan masa kerjanya lebih 20 tahun hanya mendapat pesangon 25 bulan.

"Sementara di UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan itu mendapat pesangon 32 bulan. Hal ini yang menjadi kritikan," tuturnya.

Kemudian, Maesyal menyebut, buruh keberatan dengan sistem kontrak dengan tidak menentukan batas waktu.

Menurut mereka kapanpun perusahaan bisa sewenang-wenang melakukan PHK.

"Hal itu juga menjadi keberatan dari pekerja tanpa batas waktu bisa kapanpun dipecat. Karena sebelumnya kontrak 2 tahun dan bisa diperpanjang," tuturnya.

Selain itu, Maesyal menuturkan, hak cuti karyawan juga dikeluhkan para buruh dengan lahirnya UU Cipta Kerja ini.

Mereka mengeluhkan di UU Cipta Kerja itu hak cuti tidak dibayarkan.

"Hak cuti tahunan karyawan mendapat 12 hari dan itu dibayarkan. Tapi UU baru ini tidak dibayarkan. Hal-hal itu mereka minta bantuan kami untuk menyampaikan," sebutnya.

"Terakhir mereka menyampaikan upah minimum nanti bisa disamakan dengan yang paling rendah seperti Lebak hanya Rp 2 juta. Sementara Kabupaten Tangerang Rp 4,2 juta. Itu jadi kritikan mereka juga," sambungnya.

Buruh dari berbagai elemen organisasi melakukan aksi mogok kerja dengan turun ke jalan di kawasan industri Kebun Besar, Tangerang, Banten, Selasa (6/10/2020).  [ANTARA FOTO]
Buruh dari berbagai elemen organisasi melakukan aksi mogok kerja dengan turun ke jalan di kawasan industri Kebun Besar, Tangerang, Banten, Selasa (6/10/2020). [ANTARA FOTO]

Tes Rapid 

Maesyal menuturkan, delapan buruh yang menjadi perwakilan untuk audiensi dengan pemerintah sudah dilakukan rapid test. Itu dilakukan sebelum mereka masuk ke dalam kantor Bupati.

"Ada beberapa perwakilan yang masuk melaksanakan rapid test sebagai bentuk upaya pencegahan dari kami," ucapnya.

Hasilnya, Maesyal menyebut, delapan orang dari buruh tersebut dinyatakan non reaktif dalam rapid test. Mereka diklaim sudah memenuhi protokol kesehatan.

"Setelah dirapid 8 orang ini semuanya non reaktif," sebutnya.

Kontributor : Ridsha Vimanda Nasution

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak