SuaraJakarta.id - Sebanyak 69 orang pendemo ditahan pihak Polda Metro Jaya terkait aksi tolak UU Cipta Kerja yang berakhir ricuh pada 8 dan 13 Oktober lalu di Jakarta.
Mereka merupakan bagian dari 131 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Penahanan dilakukan karena mereka terbukti merusak sejumlah fasilitas umum dalam aksi unjuk rasa Omnibus Law Cipta Kerja.
Seperti terlibat dalam perusakan kantor Kementerian ESDM, mobil polisi di kawasan Pejompongan, dan sejumlah aksi vandalisme.
Baca Juga:Tak Percaya MK, Besok Buruh Bandung Turun Ke jalan Tuntut Ciptaker Dicabut
Selain itu, terdapat pula tersangka yang terbukti mengainaya polisi dan kasus ambulans di Cikini, Jakarta Pusat.
"Sampai saat ini Polda Metro Jaya menetapkan 131 orang tersangka," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana di Mapolda Metro Jaya, Senin (19/10/2020).
"Dari 131 orang tersangka, 69 orang dilakukan penahanan. Termasuk perkembangan terbaru Polda Metro Jaya telah menahan 20 orang tersangka pengerusakan yaitu halte, fasilitas publik dan pos polisi disepangjang Jalan Sudirman," jelasnya.
Sebanyak 131 tersangka itu dijerat pasal 212 KUHP dan atau Pasal 218 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP, dan atau Pasal 406 KUHP.
Dicap Anarko
Baca Juga:Antisipasi Demo 1 Tahun Jokowi - Ma'ruf, Aksi Dipusatkan di Patung Kuda
Polda Metro Jaya sebelumnya mengungkap dugaan adanya oknum yang menunggangi aksi demonstrasi buruh dan mahasiswa menolak UU Cipta Kerja hingga berujung bentrokan dengan polisi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus saat itu mengatakan, aksi demonstrasi buruh dan mahasiswa yang murni untuk menyampaikan aspirasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja itu diduga ditunggangi oleh kelompok Anarko.
"Beberapa kelompok-kelompok yang memang datang tujuannya ke Jakarta sini, tapi itu dari beberapa daerah penyangga seperti Purwakarta Karawang, Bogor, Banten yang datang ke Jakarta sini memang tujuannya untuk melakukan kerusuhan," kata Yusri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (9/10/2020) lalu.
Menurut Yusri dugaan tersebut muncul berdasar barang bukti sebuah pesan singkat dari handphone milik pelaku dan keterangan awal hasil pemeriksaan sementara.
Dia memastikan bahwa aksi demontrasi hingga berujung bentrokan itu bukan dilakukan oleh massa aksi dari buruh dan mahasiswa.
"Bukan dari kelompok buruh yang memang akan menyuarakan (aspirasi)," ujarnya.
Adapun, Yusri menyebut bahwa massa aksi yang memicu terjadinya bentrokan hingga pengrusakan terhadap fasilitas umum sebagian besar ialah pelajar.
Menurut Yusri, massa aksi pelajar tersebut sejatinya tidaklah memahami isu yang menjadi tuntutan serikat buruh dan mahasiswa.
"Didominasi oleh anak sekolah atau STM dan dia tidak tahu apa itu UU Cipta Kerja, yang dia tahu ada undangan untuk datang disiapkan kereta api disiapkan truk, bus, kemudian nantinya akan ada uang makan untuk mereka semua. Ini yang dia tau," katanya.
"Ini sementara masih kami dalami semuanya," pungkasnya.