Jerit Produsen Tempe dan Tahu, Dilema Kurangi Ukuran hingga Naikkan Harga

Banyak pedagang yang mengurangi ukuran tempe dan mengurangi jumlah produksi lantaran keterbatasan modal.

Rizki Nurmansyah
Senin, 04 Januari 2021 | 16:00 WIB
Jerit Produsen Tempe dan Tahu, Dilema Kurangi Ukuran hingga Naikkan Harga
Produsen tempe rumahan di Tangerang, Senin (4/1/2021). [Suara.com/Hairul Alwan]

SuaraJakarta.id - Sejumlah pengusaha tahu dan tempe mengeluhkan mahalnya harga kedelai yang menjadi bahan baku usahanya.

Berbagai cara mulai dari mengurangi ukuran hingga menaikan harga sudah ditempuh oleh mereka.

Bahkan mereka juga sempat melakukan mogok produksi selama tiga hari pada 31 Desember hingga 2 Januari lalu.

Pantauan SuaraJakarta.id—grup Suara.com—di salah satu tempat produksi tahu terlihat sepi aktivitas.

Baca Juga:Harga Tempe di Pasar Bukit Pamulang Capai Rp 10 Ribu, 1 Jam Ludes

Mereka mesti mengurangi pegawai lantaran penghasilan dari berjualan tahu menurun.

Sementara untuk produksi rumahan, banyak pedagang yang mengurangi ukuran tempe dan mengurangi jumlah produksi lantaran keterbatasan modal.

Pengusaha tahu sumedang PDAM Nana Suryana mengeluhkan melonjaknya kenaikan harga kedelai.

Nana mengatakan, kenaikan sudah terjadi sejak awal pandemi Covid-19 Maret lalu. Namun lonjakan sangat tinggi terjadi pada akhir tahun 2020.

"Dari harga Rp 7.000 per kilogram waktu itu naiknya hampir setiap minggu naik, sekarang harga kedelai Rp 9.300," katanya saat ditemui di rumah produksi tahunya, Senin (4/1/2021).

Baca Juga:Saking Langkanya, Tahu dan Tempe di Bandung Jadi Bahan Rebutan

Karena kenaikan tersebut, ia sempat menyiasati ukuran tahu yang ia jual sebelum melakukan aksi mogok produksi.

"Kalau normal satu kotak tahu 1,4 kg. Kalau sekarang saya kurangi jadi 1,2 kg," ungkap Nana.

Meski telah mengurangi takaran tahu, Nana mengaku pendapatan usahanya masih belum stabil lantaran harga bahan baku yang naik ditambah berkurangnya daya beli warga.

"Mengurangi ukuran tahu belum bisa jadi solusi, makanya kita kemarin ikut mogok produksi tiga hari. Dari situ baru kita bisa naikkan harga," urainya.

Sebelumnya, setiap satu papan tahu dijual dengan harga Rp 30 ribu namun saat ini ia jual Rp 33 ribu.

Sementara, satu lonjor yang biasa dijual Rp 8 ribu, saat ini harga tempe dijual Rp 9 ribu.

"Alhamdulillah karena kita sempat mogok produksi warga juga ngerti ketika kita menaikkan harga," ujarnya.

Lebih lanjut, saat masa pandemi seperti saat ini, penjualan tahu dan tempenya juga berkurang. Biasanya, dalam sehari bisa memproduksi 1 ton kedelai.

"Kalau sekarang paling 6-7 kuintal. Kami harap sih pemerintah mendengar jeritan kami dan membuat aturan untuk menurunkan harga kedelai," pungkasnya.

Sementara itu, pembuat tempe rumahan Iriyono yang berlokasi tidak jauh dari rumah produksi Tahu Sumedang PDAM juga mengeluhkan melonjaknya harga kedelai.

"Karena harga kedelai naik, saya harus mengurangi ukuran tempe. Kalau takerannya bisanya 5 ons, sekarang dikurangi jadi 4 ons," katanya.

Karena ukuran semakin kecil, Iriyono mengaku kewalahan menerangkan ke pembeli terkait mahalnya harga bahan baku.

"Banyak yang tanya, kalau saya jelasin aja. Ukuran semakin kecil karena harga kedelainya naik," ungkapnya.

Kontributor : Hairul Alwan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini