Setahun Pandemi Covid-19, Kisah Pengrajin Peti Jenazah Tahan Ketakutan

Harga peti jenazah dibanderol dengan kirasan Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu.

Rizki Nurmansyah
Jum'at, 29 Januari 2021 | 15:24 WIB
Setahun Pandemi Covid-19, Kisah Pengrajin Peti Jenazah Tahan Ketakutan
Sutrisno, pengrajin mebel di Surabaya, Jawa Timur, yang kini beralih jadi pembuat peti jenazah. [Foto: Ayosurabaya.com]

SuaraJakarta.id - Hampir setahun sudah pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Problematika kesehatan itu telah memberikan dampak negatif yang sangat luas dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat.

Namun ada juga yang merasakan berkahnya. Salah satunya Sutrisno, pengrajin mebel di Jalan Raya Menur Nomor 117, Surabaya, Jawa Timur.

Tanpa bermaksud bersenang-senang di atas penderitaan orang lain yang terdampak pandemi Covid-19, Sutrisno bak mendapat rezeki nomplok.

Pria asal Lamongan, Jawa Timur, itu kebanjiran permintaan pembuatan peti jenazah untuk korban Covid-19.

Baca Juga:Sempat Dimakamkan, Viral Jenazah COVID-19 Tertukar di Kota Malang

Awalnya, Sutrisno juga merasakan dampak yang besar atas pandemi Covid-19 yang terjadi. Usaha mebel yang dibesut bersama delapan karyawannya sepi pembeli.

Tak mau kehilangan akal untuk terus mengais rezeki, Sutrisno pun menerima pesanan beragam peti jenazah Covid-19 dari para korban meninggal.

Untuk harga peti jenazah, Sutrisno membanderolnya dengan kirasan Rp 600 ribu sampai Rp 800 ribu. Perbedaan harga disesuikan dengan ukuran.

Dalam sehari, Sutrisno mengaku bisa menjual 12 peti jenazah. Mayoritas pemesannya adalah pembeli perorangan.

"Biasanya, datang ke sini langsung pesan. Terus bilang pesannya berapa, lalu kita buat sesuai pesanan itu," ujarnya dilansir dari Ayosurabaya.com—jaringan Suara.com—Jumat (29/1/2021).

Baca Juga:VIRAL Kapten Patrick, Pilot Jadi Kuli Bangunan karena Pandemi COVID-19

Selain pesanan perorangan, Sutrisno juga mengaku mendapat pesanan peti jenazah dari pihak rumah sakit. Bahkan, dalam sehari pihak rumah sakit tersebut bisa memborong 12 peti jenazah sekaligus.

"Selain pesanan perorangan, yang pesan juga dari RS, dari Soetomo (RSU Dr. Soetomo Surabaya—red)," ungkapnya.

Sutrisno, pengrajin mebel di Surabaya, Jawa Timur, yang kini beralih jadi pembuat peti jenazah. [Foto: Ayosurabaya.com]
Sutrisno, pengrajin mebel di Surabaya, Jawa Timur, yang kini beralih jadi pembuat peti jenazah. [Foto: Ayosurabaya.com]

Berkah Ramadan

Sutrisno menjelaskan, usaha pembuatan peti jenazah ini mulai digelutinya sejak Ramadan tahun lalu.

Berkah Ramadan tersebut membuat Sutrisno kebanjiran pesanan. Dalam seminggu ia bisa menyelesaikan puluhan peti jenazah.

Seluruh peti yang dibuat itu bukan hanya karena ada pemesanan, namun juga untuk persediaan jika ada kebutuhan yang mendadak.

"Pas puasa tahun kemarin kita melayani ini (pesanan peti jenazah). Kadang bisa sampai 30 peti seminggunya," tutur Sutrisno.

Ketika ditanya alasan seluruh peti buatannya hanya polos dan tak bermotif, Sutrisno mengaku memang sengaja dibuat seperti itu.

Sebab, kata Sutrisno, dengan adanya ukiran pada peti jenazah, maka durasi pembuatannya semakin lama. Sedangkan permintaan peti jenazah menumpuk.

"Misalnya kita buat seperti yang ada ukiran, ya gak nutut waktunya. Apalagi pesanan kita juga banyak," paparnya.

Sutrisno, pengrajin mebel di Surabaya, Jawa Timur, yang kini beralih jadi pembuat peti jenazah. [Foto: Ayosurabaya.com]
Sutrisno, pengrajin mebel di Surabaya, Jawa Timur, yang kini beralih jadi pembuat peti jenazah. [Foto: Ayosurabaya.com]

Pengalaman Mistis

Meski berhasil meraup berkah dari pandemi Covid-19, namun di balik itu Sutrisno dan para anak buahnya juga harus menahan ketakutan.

Pasalnya tak jarang mereka merasakan pengalaman mistis berupa gangguan dari mahkluk tak kasat mata.

"Pernah diketoki , gede, motone abang, tapi rupone gak jelas, nak gudang sing tengah karo mburi kono (Pernah dihantui, besar, matanya merah, tapi wajahnya tidak jelas, di gudang yang tengah dan belakang sana)," kata Sutrisno.

Sutrisno hanya bisa menguatkan diri dan mensuport karyawannya agar tak takut apabila mengalami hal serupa seperti dialaminya.

Sebab, para karyawannya yang justru lebih sering mengalami hal di luar nalar tersebut.

"Lek arek-arek jarene wes sering, masiyo isuk, awan, sore, bengi (Kalau anak-anak katanya sudah sering, meskipun pagi, siang, sore, malam)," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak