Soal RUU Pemilu, Mardani: Banyak Partai Balik Badan

Mardani menilai RUU Pemilu menarik lantaran tiba-tiba banyak partai berubah haluan.

Rizki Nurmansyah
Rabu, 03 Februari 2021 | 16:08 WIB
Soal RUU Pemilu, Mardani: Banyak Partai Balik Badan
Ketua DPP PKS yang juga anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera, di Cilegon, Banten, Rabu (3/2/2021). [Suara.com/Hairul Alwan]

SuaraJakarta.id - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengomentari soal Rancangan Undang-Undang atau RUU Pemilu yang saat ini pembahasannya dilakukan di Badan Legislatif DPR RI.

Mardani menilai RUU Pemilu menarik lantaran tiba-tiba banyak partai berubah haluan.

Kata dia, sesudah dibahas di Komisi II DPR RI, semua partai sepakat RUU Pemilu untuk diubah kecuali PDI Perjuangan.

Mardani menerangkan PDIP dari awal memberi 2 catatan. Pertama, tidak setuju Pilkada disatukan dengan Pemilu disatukan.

Baca Juga:Lingkaran Jokowi Diduga Kudeta Demokrat, Mardani: Mesti Dibuka ke Publik

"Karena Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Tahun 2017 itu Pemilu, PDIP dari awal pengen terpisah," katanya kepada awak media di Cilegon, Rabu (3/2/2021).

Meski demikian, kata Mardani, semua partai tetap menyetujui RUU dibahas di Baleg (badan legislatif) DPR.

Selain ada yang balik badan atau berubah haluan pilihan, Mardani juga beranggapan banyak yang dikaburkan dengan persepsi tidak perlu ada revisi RUU Pemilu.

"Padahal wajib ada revisi UU Pemilu, karena pada UU 7/2017 spesifik dinyatakan Pemilu dilaksanakan 17 April 2019. Kalau enggak ada revisi, enggak akan ada Pemilu 2024 maka harus revisi UU Pemilu," ungkap anggota Komisi II DPR itu.

Mardani menyesalkan banyak fraksi atau partai-partai berbalik badan, termasuk Presiden Joko Widodo, terkait pembahasan RUU ini.

Baca Juga:Kapolri Mau Aktifkan Pam Swakarsa, Mardani: Ini Mengorek Luka Masa Lalu

"Mestinya sebelum dibahas di Komisi II, karena partai-partai banyak yang balik badan," ujarnya.

Meski demikian, Mardani menegaskan, DPR mempunyai kemandirian. Biarkan DPR meneruskan pembahasan bersama pemerintah.

"Karena pembuatan UU domainnya DPR. Tapi dilakukan pembahasan dengan eksekutif," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menuturkan ada banyak hal yang menjadi pertimbangan kenapa kemudian Pilkada 2022 dan 2023 tidak dibuat serentak pada 2024.

Pertama ialah terkait persoalan pengamanan yang tidak memadai hingga pertimbangan dari sisi kualitas elektoral.

Belum lagi jika berkaca pada Pemilu 2019 yang memakan banyak korban jiwa dari sisi petugas.

"Itu salah satu beban. Tapi paling penting nanti kualitas elektoral berkurang. Kenapa? Karena orang sudah gak fokus lagi. Kemarin saja kualitas elektoral untuk legislatif berkurang karena orang fokus terhadap pilpres," kata Saan.

Adapun terkait pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 sudah diatur dalam Pasal 731 angka 2 dan angka 3 di draf revisi UU tentang Pemilu.

Berikut penjabaran poin 2 dan 3 di draf revisi UU tentang Pemilu:

(2) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022.

(3) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2018 dilaksanakan pada tahun 2023.

Kontributor : Hairul Alwan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini