![Yanto, seorang pemulung tengah mengais rezeki di tumpukan sampah TPA Cipeucang, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). [Suara.com/Wivy]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/04/05/83326-tpa-cipeucang-serpong-tangsel.jpg)
Yanto mengaku, paling untung saat memulung ketika dia menemukan bekas tinta printer. Dia bisa menjualnya ke pengepul seharga Rp 30 ribu.
"Kadang juga nemu uang di celana bekas. Jadi kalau ada celana sengaja dicek setiap kantongnya, begitu juga kalau nemu tas. Kalau lagi untung ya ada duit-duit yang keselip. Lumayan lah buat jajan es anak," katanya sambil tersenyum mengingat momen mujurnya itu.
Yanto bercerita, saat awal pandemi dia dan kawan-kawan seprofesi sangat terdampak. Saat itu, harga sampah daur ulang sangat anjlok. Dari Rp 1.700 hanya dihargai Rp 800.
Dengan harga yang sangat murah itu, dirinya masih kesulitan lantaran susah menjualnya. Itu dampak dari banyaknya pabrik atau perusahaan pengelola biji plastik yang tutup.
Baca Juga:Viral Nasi Sedekah Dibuang Begitu Saja oleh Pemulung, Warganet Murka
"Barang hasil mulungnya sih banyak, tapi yang beli nggak ada. Benar-benar susah. Untungnya kita dapat bantuan sembako, kita ngandelin sembako bantuan buat bertahan hidup," terang Yanto alumni pemulung TPA Bantar Gebang itu.
Kondisi kembali normal setelah enam bulan pandemi Covid-19. Harga barang rongsokan mulai naik dan normal lagi hingga saat ini.
Ramita dan Yanto tinggal berdekatan. Mereka tinggal disatu lapak tanah yang disewa oleh Denny Firmansyah yang merupakan pengepul keduanya. Mereka tinggal gratis di rumah yang terbuat dari triplek, kecuali listrik.
Kontributor : Wivy Hikmatullah
Baca Juga:Viral Pemulung Buang Nasi Sedekah, Warganet Marah Lihatnya