SuaraJakarta.id - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Pemuda Pemerhati Indonesia (DPP LPPI) Dedi Siregar angkat bicara terkait rencana Komnas HAM memanggil Ketua KPK Firli Bahuri.
Dedi menilai, rencana pemanggilan Ketua KPK oleh Komnas HAM terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) bersifat tendensius.
"Menurut saya apa yang dilakukan Komnas HAM, pemanggilan kepada pimpinan KPK Firli Bahuri ini sangat tendensius, spekulatif," kata Dedi, Kamis (10/6/2021).
Dedi melanjutkan, rencana pemanggilan Ketua KPK juga tidak didukung bukti yang jelas, serta menggeneralisasi suatu perbuatan.
Baca Juga:Pimpinan KPK Tetap Ngeyel Minta Penjelasan Komnas HAM Terkait Panggilan Soal TWK
Hal itu menurutnya jadi diduga memiliki kepentingan politik.
Dedi menilai, langkah 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK dalam peralihan status menjadi aparatur sipil negara (ASN) itu salah kamar jika mengadu ke Komnas HAM.
Dia lantas mempertanyakan substansi pelaporan Novel Baswedan dan kawan-kawan.
"Menurut saya itu salah kamar juga, ke Komnas HAM kan harus ada pelanggaran HAM berat lalu kemudian didalami oleh pihak Komnas HAM. Pertanyaannya, dimana letak substansi pelanggaran HAM yang dilaporkan bapak Novel Baswedan dkk," ucapnya.
Dia mengatakan, Komnas HAM seharusnya menjelaskan ke publik soal urgensi pemanggilan Ketua KPK itu.
Baca Juga:Polemik TWK, Wakil Ketua KPK Diperiksa Ombudsman RI
Dedi pun mengaku heran jika Komnas HAM mengurusi persoalan TWK lembaga antirasuah.
"Harusnya Komnas HAM menjelaskan juga. Kami melihat langkah Komnas HAM sangat mengherankan mengurusi terkait TWK pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN," ucap dia.
Lebih jauh, Dedi menyebut Komnas HAM juga tampak ngotot dalam memroses pelaporan Novel Baswedan cs.
Padahal menurutnya, peralihan status pegawai KPK menjadi ASN lewat TKW itu sudah sesuai peraturan yang berlaku.
"Sampai Komnas HAM terlihat ngotot memanggil pimpinan KPK. Kita ketahui bersama yang dilakukan oleh KPK merupakan amanat Undang-Undang," tuturnya dilansir dari Antara.
Menurut dia seharusnya Komnas HAM lebih fokus dan serius dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat saja.
"Sangat banyak terdapat persoalan pelanggaran HAM berat yang belum selesai dan tuntas seperti Trisakti dan kejadian di Papua dan lain-lain," ujarnya.