SuaraJakarta.id - DPRD DKI Jakarta mulai melakukan pembahasan mengenai revisi Peraturan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan COVID-19. Salah satu usulan dalam revisi Perda COVID-19 itu adalah penerapan sanksi pidana bagi pelanggar protokol kesehatan.
Terkait ini, anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Agustina Hermanto atau yang dikenal dengan Tina Toon, menolak usulan pelanggar prokes dipidana.
Hal itu dikatakannya dalam rapat Badan Pembentukan Badan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI, Kamis (22/7/2021).
Pertemuan itu juga menghadirkan pihak Polda Metro Jaya dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk membahas usulan tersebut.
Baca Juga:Revisi Perda COVID-19 Jakarta Ditargetkan Selesai Pekan Depan
"Pendekatan pidana, denda, saya menolak karena di saat kondisi kita seperti ini sangat tidak elok dan juga tidak humanis," ujar Tina Toon yang hadir secara virtual pada Kamis (22/7/2021).
Mantan artis cilik itu menyebut pelanggaran prokes di tengah Pandemi COVID-19 seringkali terjadi karena masalah ekonomi.
Sebab, pemerintah juga telah memberlakukan aturan pembatasan sosial yang menyulitkan mereka bekerja seperti biasa.
"Saudara-saudara kita yang memang melanggar juga terkadang karena masalah perut, karena tidak bisa bekerja seperti biasa, tidak mendapat pendapatan. Mohon dikaji kembali," tuturnya.
Sebagai ganti dari sanksi pidana, Tina Toon pun mengusulkan agar diberikan penambahan durasi sanksi sosial untuk lebih memberikan efek jera bagi pelanggar prokes.
Baca Juga:Revisi Perda COVID-19, 3 Pasal Ini Jadi Fokus Utama Pembahasan DPRD-Pemprov DKI
Bahkan jika perlu, lanjut Tina Toon, para pelanggar prokes itu dijadikan pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) tanpa ada bayaran.
"Mungkin bisa ditambahkan kerja sosial yang lebih lama. Misal, jadi petugas PPSU sementara, seperti itu, tanpa dibayar karena kesalahan berulang, misal tidak memakai masker dan lain-lain," katanya.
Dia pun berpesan agar nantinya revisi Perda COVID-19 Jakarta ini tak menjadi bumerang bagi Pemprov DKI. Masyarakat menentang aturan pidana diterapkan dan akhirnya bisa berujung kerusuhan atau chaos.
"COVID ini bukan aspek kesehatan saja yang terpuruk, tapi juga ada dua isunya. Pertama, bisa mati karena COVID-19. Kedua, mati karena kelaparan. Hal-hal seperti ini jangan sampai Perda direvisi menimbulkan chaos yang lebih panjang lagi," katanya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajukan usulan perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Salah satu aturan yang diminta untuk diubah adalah mengenai sanksi pelanggaran protokol kesehatan (prokes).
Berdasarkan draf usulan yang diterima, Anies meminta aturan dan sanksi bagi pelanggar masker diperketat.
Jika dilakukan berulang kali, maka akan dikenakan hukuman pidana kurungan selama tiga bulan atau denda Rp 500 ribu.
Tak hanya itu, sanksi kurungan tiga bulan juga berlaku bagi pengusaha bidang transportasi termasuk penyedia aplikasi ojek online.
Jika ada pelanggaran prokes, maka akan dikenakan denda Rp 50 juta atau penjara tiga bulan.
Terakhir, ketentuan yang sama juga berlaku bagi pengusaha warung makan, kafe, restoran, dan sejenisnya. Apabila didapati melanggar aturan, maka hukuman maksimalnya bisa penjara tiga bulan atau denda Rp 50 juta.
Berikut bunyi usulan revisi Perda Covid-19 DKI Jakarta soal sanksi bagi pelanggar prokes:
Pasal 32A
(1) Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan Masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(2) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (4) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID- 19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (5) huruf c, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(4) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (3) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).