SuaraJakarta.id - Perusahaan Air Minum atau PAM Jaya tengah bersiap untuk menyambut akhir dari masa kontrak kerja sama dengan PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) di tahun 2023. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu mulai membentuk tim transisi sebagai persiapan.
Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo mengatakan kontrak kerja dua mitra perusahaan swasta itu akan berakhir pada Januari 2023 mendatang sesuai perjanjian kerja sama yang diteken pada 6 Juni 1997.
Selanjutnya, mulai Februari 2023 mendatang, pengelolaan air bersih sepenuhnya bakal dikelola PAM Jaya selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta.
“Tim transisi ini akan fokus pada lima klaster,” ujar Hernowo kepada wartawan, Minggu (5/12/2021).
Baca Juga:PAM Jaya Targetkan 100 Persen Cakupan Air Perpipaan di Jakarta Tahun 2030
Klaster pertama, kata Hernowo, yang akan diurus tim adalah persoalan aset. Pasalnya usai kontrak berakhir, aset-aset milik Aetra dan Palyja akan dikuasai oleh PAM Jaya selaku regulator pengelolaan air bersih di Ibu Kota.
“Klaster kedua itu business process intinya, jadi ada produksi dan pelayanan juga,” tuturnya.
Klaster ketiga adalah Sumber Daya Manusia (SDM), lalu keempat adalah mengenai aspek hukum pemindahan secara menyeluruh, dan kelima adalah soal sumber utama atau main source.
Lalu pada klaster ketiga, keempat dan kelima, tim akan fokus pada sumber daya manusia (SDM), aspek hukum pemindahaan pengelolaan air secara menyeluruh serta sumber utama (main source).
Seluruh klaster ini disebutnya akan menjadi fokus penyelesain agar pelayanan yang dirasakan pelanggan tetap optimal. Ia tak ingin masyarakat merasa terganggu karena pelepasan dua mitra kerja sejak dulu ini.
Baca Juga:PAM Jaya Berlakukan Tarif Baru Bagi Warga Kepulauan Seribu
“Kami ingin memastikan bahwa ketika ada perubahan pengelolaan, warga yang menjadi pelanggan PAM itu nyaris tidak tahu, karena memang (faktanya) tidak ada distraction (gangguan),” katanya.
“Kemudian jangka menengah dan panjangnya adalah kami bisa mengakselerasi layanan dasar air minum untuk masyarakat,” tambahnya menjelaskan.
Ketika nantinya kontrak kerja sudah berakhir, para mitra juga tidak bisa menuntut atas infrastruktur yang telah dibangun dalam menyediakan layanan untuk pelanggan air minum. Apalagi kerja sama ini memakai basis financial projection, sehingga mereka telah membuat rancangan anggaran proyek saat ingin memulai bisnis.
“Untuk investasi sendiri dua mitra ini secara bersama-sama kurang lebih sekitar Rp 4 triliun,” pungkasnya.