Penggantian Nama Jalan di Jakarta Memberi Kontestasi Memori Warga Betawi, Tapi Jangan Hilangkan Histori

Anies mengganti sejumlah nama jalan dengan tokoh-tokoh yang berperan penting bagi sejarah, kesenian dan kebudayaan Betawi.

Rizki Nurmansyah
Sabtu, 25 Juni 2022 | 12:05 WIB
Penggantian Nama Jalan di Jakarta Memberi Kontestasi Memori Warga Betawi, Tapi Jangan Hilangkan Histori
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan pergantian nama jalan dengan nama tokoh Betwi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022). [ANTARA/Luthfia Miranda Putri]

SuaraJakarta.id - Sejumlah nama jalan dan daerah di DKI Jakarta resmi berganti nama. Sedikitnya, ada 22 jalan yang berganti nama.

Sejarawan JJ Rizal mengatakan, penamaan nama jalan itu penting lantaran ruang kota merupakan kontestasi memori.

Selama ini, masyarakat Betawi, empunya wilayah sangat sedikit atau tidak banyak perwakilannya dalam mengisi memori ruang kota.

"Jadi pada masa kolonial, ruang mereka justru lebih banyak, dibandingkan setelah kemeredekaan. Kemudian setelah Orba (Orde Baru—red) ruang mereka semakin kecil dalam ruang kota. Memori mereka semakin hilang," kata Rizal dalam acara Obrolan Malam Suara di Twitter Spaces Suara.com, Jumat (25/6/2022).

Baca Juga:Usai Diprotes, Jalan Syekh Abdul Karim di Rawa Belong Dikembalikan Lagi Jadi Jalan Madrasah 2

Keputusan Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam memberikan memori ruang kota pada masyarakat Betawi, kata Rizal sangatlah tepat.

Terlebih, Anies mengganti sejumlah nama jalan dengan tokoh-tokoh yang berperan penting bagi sejarah, kesenian dan kebudayaan Betawi.

"Bisa kita tempatkan sebagai kontestasi memori itu, agar bisa lebih seimbang. Mereka ada bagian dalam perjalanan kota ini bukan hanya sekadar embel-embel," ungkapnya.

Sejarawan JJ Rizal dalam diskusi di Setu Babakan, Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2022). [Suara.com/Faqih Fathurrahman]
Sejarawan JJ Rizal dalam diskusi di Setu Babakan, Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2022). [Suara.com/Faqih Fathurrahman]

Namun, Lanjut Rizal, menurutnya, niat baik tersebut harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi yang didalamnya terdapat rumusan dari UNESCO, tentang pentingnya melihat nama tempat sebagai artefak sejarah. Sehingga tidak kosong nilai.

"Jadi nama daerah, nama jalan tidak bisa secara sembarang kita ubah, karena nama jalan itu juga bagian memori yang sangat penting," ucapnya.

Baca Juga:Soal Jalan Bang Pitung, Bamus Betawi: Lebih Baik Gantikan Nama Jalan Panjang

Jika berbicara Jakarta, kata Rizal, hampir setiap wilayah identik dengan nama hijau, seperti hutan, kebun dan pohon. Misal Kebon Sirih, Kebon Jeruk, Gandaria, Kemang, dan Hutan Jati.

Selain nama hijau, Jakarta juga identik dengan air atau nama biru, seperi rawa dan kali atau sungai. Misal Rawa Belong, kemudian Kali Pasir dan Kalijodo.

Jalan Bang Pitung di pertigaan lampu merah Rawa Belong, Jakarta Barat, yang kini menggantikan nama Jalan Raya Kebayoran Lama, Selasa (21/6/2022). [Suara.com/Faqih Fathurrahman]
Jalan Bang Pitung di pertigaan lampu merah Rawa Belong, Jakarta Barat, yang kini menggantikan nama Jalan Raya Kebayoran Lama, Selasa (21/6/2022). [Suara.com/Faqih Fathurrahman]

Nama hijau dan biru ini, lanjut Rizal, bukan hanya sekedar pesan dari leluhur. Namun ada makna dan juga wawasan Jakarta harus dibentuk menjadi kota hijau dan biru.

"Menurut saya, kita perlu melakukan inventarisasi tentang nama kawasan dan jalan. Dari inventasisasi itu kita bisa tau nama yang bernilai bagi identitas, dan kita juga bakal menemukan nama jalan yang belum tidak punya makna atau keliru," tutupnya.

Kontributor : Faqih Fathurrahman

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak