Fenomena Citayam Fashion Week, Sosiolog: Simbol Perlawanan Kemapanan Metropolitan dari Anak Pinggiran Jakarta

Jauh sebelum tren Citayam Fashion Week muncul, di Jakarta sudah ada sejumlah tren. Tapi, tren itu hanya lekat dengan 'orang kaya-nya' Jakarta saja yang biasa dengan kemewahan.

Rizki Nurmansyah
Selasa, 26 Juli 2022 | 08:05 WIB
Fenomena Citayam Fashion Week, Sosiolog: Simbol Perlawanan Kemapanan Metropolitan dari Anak Pinggiran Jakarta
Sejumlah remaja berpose saat peragaan busana Citayam Fashion Week di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (6/7/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraJakarta.id - Fenomena Citayam Fashion Week (CFW) masih menjadi trending di kawasan Ibu Kota Jakarta. Ada sejumlah penilaian terhadap kemunculan tren yang dipopulerkan oleh remaja SCBD (Sudirman Citayam Bojonggede Depok) ini.

Pertama sebagai simbol perlawanan kemapanan dan kedua sebagai kritik bagi pemerintah. Hal itu diungkapkan oleh Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat.

Rakhmat mengatakan, munculnya fenomena CFW itu sebagai dekonstruksi kemapanan struktural yang selama ini berkembang dan melekat di kota metropolitan Jakarta.

Selama ini, kata Rakhmat, kemapanan struktural di Jakarta identik dengan yang gemerlap, metropolis, elite, branded dan fenomena kultural yang elitis. Hal itu tentu menunjukkan trennya hanya berada di struktural masyarakat kalangan ekonomi menengah ke atas.

Baca Juga:Bikin Macet, Polisi Normalisasi Kegiatan Citayam Fashion Week di Dukuh Atas

"Tren Citayam Fashion Week ini bisa dipahami sebagai dekonstruksi kemapanan struktural ya. Mereka melakukan dekonstruksi kemapanan struktural yang selama ini berkembang di Jakarta yang gemerlap, metropolis, kapitalis, dengan fenomena kultural yang elitis, pada kelas sosial tertentu. Yakni kelas sosial menengah ke atas (yang) selama ini menjadi konsumsi utama dari kebudayaan kemapanan kota-kota besar di Jakarta, yang sudah berlangsung secara permanen dan diproduksi secara struktural dalam jangka waktu yang sangat panjang di Jakarta," kata Rakhmat saat dihubungi SuaraJakarta.id—grup Suara.com—Senin (25/7/2022).

Jauh sebelum tren Citayam Fashion Week muncul, di Jakarta sudah ada sejumlah tren. Tetapi, tren itu hanya lekat dengan 'orang kaya-nya' Jakarta saja yang biasa dengan kemewahan.

Pada 1980-an, lanjut Rakhmat, muncul tren tempat nongkrong anak-anak muda Jakarta yakni 'Melawai'.

Di tahun-tahun berikutnya, kemudian muncul tren lain di Selatannya Jakarta atau Jakarta Selatan. Anak-anak muda di sana, kata Rakhmat, punya tren menggunakan Bahasa Inggris dalam campuran komunikasi sehari-hari.

"Mereka ini memang anak-anak yang berada di daerah Jaksel, Blok M, Senopati dan sekitarnya. Nah, itu kan kebudayaan yang sudah mapan bahwa mereka kelas sosial elite," ungkap Rakhmat.

Baca Juga:Viral Pemotor Protes Citayam Fashion Week: Kasihan Warga Sini Mau Keluar Rumah Susah

Lalu era saat ini, muncul para anak muda Citayam dan anak pinggiran ibu kota lainnya membawa tren baru yang menyesuaikan dengan kelas ekonomi sosial mereka. Yakni dengan berpakaian aneh, nyentrik, kontras dan mencolok di publik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini