Pos Indonesia Teken Kontrak Pekerjaan dari Ditjen Pajak untuk Distribusi dan Penjualan Meterai Tempel

PT Pos Indonesia mendapat kompensasi dari negara dari mendistribusikan dan menjual meterai tempel.

Fabiola Febrinastri
Senin, 09 Januari 2023 | 14:58 WIB
Pos Indonesia Teken Kontrak Pekerjaan dari Ditjen Pajak untuk Distribusi dan Penjualan Meterai Tempel
Pos Indonesia menandatangani kontrak pekerjaan dari Ditjen Pajak untuk mendistribusikan dan menjual meterai tempel. (Dok: Pos Indonesia)

SuaraJakarta.id - Meterai tempel atau meterai fisik berupa benda keping, selama ini identik dengan PT Pos Indonesia (persero). Produk benda meterai tempel ini sejatinya berasal dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Pos Indonesia mendapat tugas atau amanah dari Kementerian Keuangan  untuk mendistribusikan dan menjual meterai tempel melalui Kantorpos di seluruh pelosok daerah.

Kerjasama Ditjen Pajak sebagai pemberi mandat kepada Pos Indonesia divalidasi tiap tahunnya dengan meneken surat perjanjian kerja di tahun berjalan.

Mengawali kerja di awal tahun 2023, Ditjen Pajak dan PT Pos Indonesia kembali duduk bersama untuk melakukan review, laporan, validasi, dan kompensasi terkait pekerjaan distribusi dan penjualan meterai tempel.

Baca Juga:Kantor Pos Kota Tanjungpinang Akan Optimalkan Penyaluran BLT BBM Hingga Akhir Desember

Pendistibusian dan penjualan meterai tempel ini menjadi tanggung jawab dan tugas yang diemban Direktorat Bisnis Jasa keuangan PT Pos Indonesia (Persero).

Pertemuan di Gedung Direktorat Jenderal Pajak dihadiri jajaran PT Pos Indonesia, diantaranya Kiagus Muhammad Amran (SVP Sales and Marketing Financial Service), Yudha Pribadhi (VP Financial Service Product Management), Ria Marantika (Manager Konsinyasi dan Filateli).

Sementara dari jajaran pejabat Ditjen Pajak hadir Agus Abdurohim (Kepala seksi Evaluasi Dit. Kepatuhan dan Penerimaan) dan Nur Fathoni (PPK & Kasubbag Akuntansi dan Pelaporan DJP).

M. Amran menjelaskan, pekerjaan untuk pendistribusian dan penjualan meterai tempel ini di komposisi struktur organisasi PT Pos Indonesia (persero), merupakan bagian pekerjaan konsinyasi.

“Kami PT Pos Indonesia yang diberi kepercayaan untuk itu. Dalam distribusi dan penjualan, Pos Indonesia tentu punya kewajiban untuk bisa mendistribusikan ke seluruh Indonesia dengan harga jual yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak,” terang Amran, Kamis (5/1/2023).

Baca Juga:Pasca Awan Panas Guguran di Gunung Semeru, PT Pos Indonesia Beri Bantuan 100 Tabung Gas LPG

Direktorat Bisnis Jasa Keuangan, lanjut Amran, menjadi bagian dari  pekerjaan mendistribusikan produk-produk dari pemerintahan. Bila dulu Pos Indonesia dikenal dengan mengelola akte, maka sekarang meterai tempel juga menjadi bagian yang dikelola Pos Indonesia.

Ditemui di Gedung DJP, Agus Abdurohim menjelaskan alur pelaporan Pos Indonesia khusus untuk meterai tempel. Tugas dari direktorat Kepatuhan dan Penerimaan, antara lain mengelola penerimaan pajak dari bea meterai atas dokumen.

“Salah satu tugas kami adalah mengevaluasi pembayaran pajak dari bea meterai tersebut, karena hasil penjualan meterai tersebut masuk ke kas negara. Kami melakukan evaluasi, naik turunnya, trennya, historisnya. Kami pun memberikan endorsement, dan memvalidasi klaim penjualan yang diajukan oleh PT Pos,” jelas Agus.

Kegiatan tahunan antara PT Pos Indonesia dan Ditjen Pajak ini dituangkan dalam kesepakatan kerjasama atau Memorandum of Understanding (MoU).

Penandatanganan terkait kontrak kerja dan berikut kompensasi dari Ditjen Pajak kepada PT Pos Indonesia ini dilakukan M. Amran dari Pos Indonesia dan Nur Fathoni dari sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Ditjen Pajak.

Kebaruan dalam kesepakatan kerja kali ini adalah mekanisme perjanjian kerjasama yang berubah menjadi kontrak.

Sebagai PPK, Nur Fathoni menerangkan, bentuk mekanisme kerjasama ini memberikan kepastian dalam skema kompensasi ke PT Pos Indonesia (persero).

“PT Pos Indonesia sudah lama dapat penugasan dari pemerintah terkait dengan distribution penjualan meterai tempel. Kemudian dengan amanat UU no 10 tahun 2020 dan juga Peraturan Menteri Keuangan no 133 tahun 2021, itu yang mengubah kalau sebelumnya dengan mekanisme perjanjian kerjasama atau PKS, kemudian menjadi kontrak. Jadi mekanisme kontrak itu sejak 2022, ini adalah tahun kedua. Tahun kedua mekanisme perjanjian antara DJP dengan PT Pos Indonesia diubah dari PKS diubah menjadi kontrak,” terang Nur Fathoni, usai penandatanganan MoU dengan Pos Indonesia, Kamis (5/1/2023).

Meski kontrak, tambah Nur Fathoni, sebenarnya ada kepastian yang jadi pegangan Pos Indonesia.  Beberapa hal, menjadi lebih pasti dengan mekanisme kontrak ini.

Berdasarkan ketentuan, lanjut Nur Fathoni, PT Pos Indonesia mendapat kompensasi dari negara dari mendistribusikan dan menjual meterai tempel.

“Kompensasinya adalah 478 rupiah perkeping termasuk PPN nya. itulah yang menjadi hak PT Pos Indonesia. Di ketentuan juga diatur bahwa dari PT Pos juga bisa mengajukan misalkan sudah sekian tahun belum ada kenaikan, (sementara) dari operasional ada kenaikan. Itu juga ada kententuan yang memberikan ruang PT Pos untuk mengajukan kenaikan. Itu dimungkinkan," terang Nur Fathoni.

“Jadi Tak bisa DJP, bikin kontrak tapi tak ada anggarannya. Harus ada DIPA dulu, baru kemudian buat kontrak. Kemudian terkait dengan pembayaran. Di kontrak sekarang lebih pasti. Kalau dulu mungkin bisa molor pembayarannya, kalau sekarang, kontrak mulai di tahun 2022. PT Pos Indonesia harus dibayar setiap termin, yaitu minimal 1 bulan, dengan minimal 5 juta keping yang dijual. Kalau dari sisi prosedur, setiap kali tiap bulan PT Pos sudah melakukan penjualan berapa juta keping, maka itu yang kemudian disetor ke negara. Kemudian PT Pos lapor ke DJP tentang jumlah penjualan, kemudian  melakukan klaim kompensasinya,” terang Nur Fathoni.

Dari sisi bisnis, Amran menjelaskan bahwa PT Pos Indonesia mendapat kompensasi dari pendistribusian dan penjualan meterai tempel ini.

“Karena kita mendistribusikan dan menjual itu ada kompensasi yang diberikan pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak. Kita menyiapkan meterai itu sampai ke pelosok-pelosok kecamatan dengan harga sesuai yang ditetapkan pemerintah. Jadi kami dapat kompensasi dari pemerintah,” tutur Amran.

Dari sisi evaluasi hingga validasi, kinerja Pos Indonesia diapresiasi positif oleh Ditjen Pajak.

Agus Abdurohim dan Nur Fathoni senada mengutarakan kinerja apik Pos Indonesia, yang mengerjakan mandat dari pemerintah melalui Kementerian Keuangan, dalam hal ini Ditjen Pajak.

“Saya menjadi PPK, ini tahun kedua. Kita lihat performa pos pada 2022. Kalau kita lihat dari 2022, perform-nya sangat bagus. Nilai total penjualan 556 ratus juta keping, yang sebenarnya di kontrak kita di 2022 tak sampai segitu. Dari 556 ratus juta (keping) ini, yang 51 juta (keping) penjualan di Desember. Penjuaan Desember posisinya adalah tahun lalu, (karenanya) pembayarannya tidak mungkin di tahun 2022. Pos nanti mintakan ke kami di Januari ini. Kontrak yang kita tandatangi hari ini merupakan kontrak 2023 untuk meng-cover penjualan Desember 2022,” jelas Nur Fathoni.

Agus Abdurohim pun menilai, performa Pos Indoensia terkait pendistibusian dan penjualan meterai tempel sangat baik.

“Sejauh ini, kinerja Pos kami rasa sudah baik. Kalau soal naik turun penjualan, itu memang tergantung keperluan masyarakat. Sebagai contoh, di tahun 2020, pada saat pandemi terjadi, drop penjualan. Tahun 2021 ada peningkatan, 2022 ada peningkatan lagi. Semoga ke depan semakin baik. Walau ada isu resesi tetap ada peluang. Kalau kita berpikir positif, tetap ada peluang," kata Agus optimistis.

Pos Indonesia menandatangani kontrak pekerjaan dari Ditjen Pajak untuk mendistribusikan dan menjual meterai tempel. (Dok: Pos Indonesia)
Pos Indonesia menandatangani kontrak pekerjaan dari Ditjen Pajak untuk mendistribusikan dan menjual meterai tempel. (Dok: Pos Indonesia)

Meterai Tempel Resmi Satu Ukuran Senilai Rp10 Ribu

Sejak tahun 2021, meterai senilai Rp10 ribu digunakan untuk dokumen resmi. Sejak tahun 2021 pula, meterai Rp10 ribu telah beredar di Kantorpos, toko ritel, dan marketplace. Materai ini menggantikan meterai tempel desain tahun 2014, dengan nominal Rp3 ribu dan Rp6 ribu.

Pemberlakuan materai baru ini sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 4/PMK.03/2021.

Pada September tahun 2020 silam, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan adanya perubahan mendasar mengenai tarif, menyangkut penyesuaian besaran tarif bea materai yang menjadi satu lapis tarif tetap, yaitu sebesar Rp10 ribu.

Menurutnya, penyesuaian tarif dilakukan dengan tetap mempertimbangkan pendapatan per kapita, daya beli masyarakat dan kebutuhan penerimaan negara.

“Kalau saat ini, sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan bahwa meterai itu tinggal 1 ukuran nilai saja. Kalau dulu ada Rp6 ribu, Rp3 ribu, nah sekarang meterai tempel Rp10 ribu untuk dokumen-dokumen yang membutuhkan pemeteraian, dengan nilai Rp5 juta rupiah. Itu di sahkan tahun 2022,” kata Muhamad Amran, SVP Sales and Marketing Financial Service PT Pos Indonesia.

Sebelumnya, meterai tempel Rp6 ribu digunakan untuk dokumen, dengan nilai transaksi di atas Rp1 juta rupiah, sedangkan meterai tempel Rp3 ribu rupiah digunakan untuk dokumen dengan transaksi di bawah Rp1 juta rupiah.

Sementara untuk penjualannya, Pos Indonesia menjual seharga yang tertera di keping meterai tempel tersebut.

“Kalau ini adalah dari sisi UU 10 thn 2020 tentang bea meterai, memang negara memberikan privilege khusus untuk PT Pos terkait distribusi dan penjualan meterai tempel ini. Pos bisa menjual ke siapapun, tapi memang PT Pos menjualnya harus Rp10 ribu. Yang boleh menjual lebih dari Rp10 ribu adalah agennya. Memang dibolehkan untuk agen, tapi dari PT Pos tidak boleh lebih dari Rp10 ribu,” jelas Nur Fathoni.

Berikut dokumen yang dipakai untuk meterai Rp10 ribu:

•                   Surat perjanjian, surat pernyataan, dan surat lainnya yang sejenis beserta rangkapnya. 

•                   Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipan. Akta pejabat pembuat akta tanah, salinan, dan kutipannya.

•                   Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun. 

•                   Dokumen untuk transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangkaDokumen lelang berisi kutipan risalah lelang, minuta, risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang. 

•                   Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5 juta menyebutkan penerimaan uang, atau berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya, atau sebagian sudah dilunasi. 

•                   Dokumen lain yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini