SuaraJakarta.id - Laporan baru bertajuk Nature Incorporated yang diterbitkan dengan dukungan dari penyedia solusi iklim global, South Pole, menemukan bahwa sementara perusahaan di kawasan Asia Tenggara menunjukkan peningkatan komitmen terhadap aksi lingkungan yang transparan pada tahun 2022, jumlah perusahaan yang melaporkan dan melakukan aksi untuk tata kelola hutan dan ketahanan air masih jauh dari massa kritis yang dibutuhkan untuk berkontribusi secara signifikan bagi dunia dalam mencapai target lingkungan global.
Pada tahun 2022, 482 perusahaan di seluruh Asia Tenggara melaporkan data iklim ke CDP, tetapi hanya 123 perusahaan yang melaporkan tentang air dan 35 perusahaan yang melaporkan tentang hutan. CDP juga melaporkan bahwa hanya 20 (atau 4%) perusahaan di Asia Tenggara yang mengungkapan tiga tema yaitu perubahan iklim, hutan, dan ketahanan air.
Ada ruang untuk meningkatkan ambisi, fokus, dan komitmen di wilayah ini. Dimana keberagaman tidak hanya dari segi budaya, namun juga dari keanekaragaman hayati di wilayah Asia Tenggara. Wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan ekosistem alami termasuk ekosistem laut yang sangat bernilai tinggi, yang terdiri dari 30% terumbu karang dunia, sepertiga hutan bakau dunia1, dan hampir 15% hutan tropis dunia Laporan ini juga menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara sesungguhnya memahami urgensi dari situasi yang ada dan dapat memperkirakan bahwa dampak finansial dari risiko dari perubahan iklim, hutan, dan ketahanan air akan jauh melebihi biaya untuk mengendalikan risiko tersebut.
Meski demikian, hanya lima perusahaan dari wilayah ini yang berhasil mendapat skor A dan masuk ke daftar A (A-list) CDP pada tahun 2022, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan lebih dari 330 perusahaan secara global. Empat dari lima perusahaan yang masuk berada dalam daftar A-list untuk Iklim sementara tiga perusahaan masuk dalam A-list untuk Ketahanan Air.
Baca Juga:Kenali 4 Jenis Alergi yang Bisa Menjangkit Hewan Peliharaan Anda di Rumah
Dampak lingkungan dari rantai pasok juga masih dianggap kurang penting oleh perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara. Keterlibatan rantai pasok masih dianggap hanya sebagai sesuatu yang “baik untuk dimiliki”, bukan sebagai hal yang “harus dimiliki” atau sebuah keharusan. Hanya 31% perusahaan yang melaporkan bahwa mereka melibatkan pemasok mereka dalam memerangi isu terkait iklim.
Secara global, untuk mencapai emisi nol bersih (net-zero), konservasi alam dan jasa ekosistem secara memadai, diperlukan tindakan kolektif dari pemerintah, investor, perusahaan, dan masyarakat agar kita dapat mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim. Data CDP menunjukkan bahwa degradasi hutan dan air menimbulkan risiko material yang nyata bagi bisnis namun hal ini masih diremehkan dan diabaikan – akan ada biaya yang besar untuk kawasan ini jika tidak ada tindakan serta langkah yang diambil secara lokal dan global.
Director, Southeast Asia & Oceania, CDP, John Leung, mengatakan dalam acara tahunan ini, pihaknya melakukan analisis dan temuan terbaru berdasarkan data lingkungan CDP sekaligus memberikan penghargaan kepada para perusahaan yang memimpin dalam hal aksi lingkungan di kawasan Asia Tenggara, berikut dengan organisasi-organisasi di Indonesia yang telah menunjukkan kepemimpinan dalam mencapai tujuan kita bersama untuk menyelaraskan langkah dengan perjanjian Paris (Paris Agreement) dan sebagai inti dari gerakan menuju masa depan emisi nol bersih (net-zero) yang berdampak positif terhadap alam (nature positive).
“Dampak perubahan iklim semakin cepat terjadi di sleuruh dunia dan dapat dengan cepat menjadi tidak dapat diubah. Namun, bahkan saat ini, dunia yang selaras dengan 1,5 °C, pencapaian emisi nol bersih (net-zero) dan dampak positif terhadap alam itu mungkin terwujud – tetapi kita harus segera bertindak sekarang juga untuk mengatasi krisis ini,” ucapnya.
Menurutnya Asia Tenggara, sebagai daerah yang menaungi beberapa negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, dan terutama karena kekayaan keanekaragaman hayatinya, akan memainkan peran yang sangat penting bagi masa depan planet kita.
Baca Juga:Sampah Plastik AMDK Pimpin Pencemaran Lingkungan Hidup
“Jadi meskipun kami merasa sangat optimis melihat pertumbuhan pelaporan dan keterbukaan terkait dampak lingkungan di kawasan Asia Tenggara – dimana hal ini merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk tindakan lingkungan perusahaan yang efektif – kami mendorong semua pemangku kepentingan untuk berkomitmen dan bertindak lebih ambisius dan menunjukkan kepemimpinan yang lebih baik, untuk kawasan Asia Tenggara dan untuk dunia,” paparnya.
“Kami berharap dapat melihat lebih banyak lagi aktor bisnis dan pembuat kebijakan yang memimpin tindakan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, dan lebih tangguh, dimulai dengan lebih banyak lagi perusahaan di Asia Tenggara yang melaporkan dan menunjukkan tata kelola lingkungan dan komitmen terkait iklim yang lebih ambisius, dalam transisi kita menuju dunia yang berkeadilan, emisi nol bersih (net-zero) dan berdampak positif terhadap alam, di mana keharmonisan antara manusia dan lingkungan terjaga dengan baik,” tambah John.
Regional Director, Climate Strategies, South Pole, Shruti Singh, menuturkan bisnis di Asia Tenggara benar-benar berada di garis depan perubahan iklim. Laporan ini dengan jelas menunjukkan bahwa biaya untuk mengurangi risiko ini jauh lebih rendah daripada biaya untuk tidak bertindak, dan tetap saja, banyak perusahaan yang enggan untuk mengambil tindakan iklim yang nyata karena besarnya sumberdaya yang harus dialokasikan.
“Kenyataannya adalah bahwa tidak ada perusahaan yang memiliki strategi implementasi yang baik, tetapi hal ini tidak boleh menghalangi mereka untuk maju dalam perjalanan keberlanjutan mereka. Setiap orang yang membaca laporan ini, mulai dari CEO dan CFO hingga manajemen di bidang keberlanjutan dan rantai pasok, harus termotivasi oleh upaya perusahaan terkemuka di Asia Tenggara terutama yang melakukan pelaporan terkait aksi iklim, air, dan hutan dan membawa momentum tersebut ke dalam organisasi mereka,” imbuhnya.
Laporan Nature Incorporated dan temuannya dipaparkan pada Acara Tahunan CDP Southeast Asia Annual Event 2023 yang berlangsung di Jakarta pada 16 Maret 2023 dengan bekerja sama dengan Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) dan didukung oleh Asosiasi Emiten Indonesia.
Jakarta yang merupakan salah satu kota pertama di kawasan Asia Tenggara yang melaporkan data lingkungan hidupnya terhadap CDP, dipilih menjadi tuan rumah acara tahunan ini karena perannya yang signifikan dalam kawasan ini, baik secara ekonomi dan keanekaragaman hayati, yang menandai pentingnya pencapaian masa depan emisi nol bersih (net-zero) yang berdampak positif terhadap alam (nature-positive).
Selama acara tersebut, CDP juga memberikan apresiasi terhadap lima perusahaan di Asia Tenggara dalam daftar A-List (mendapatkan skor A) untuk transparansi dan aksi lingkungan mereka, termasuk perusahaan yang berbasis di Thailand CP ALL Pcl, Kasikornbank, Siam Cement, dan PTT Global Chemical, serta City Developments Limited yang berbasis di Singapura.
CDP dan IBCSD juga mengadakan diskusi multi-pihak yang dinamis mengenai perjalanan untuk membangun masa depan yang ramah bagi alam dan emisi nol bersih untuk Indonesia. Dimoderatori oleh Nur Maliki Arifiandi, Policy Engagement Manager CDP, panelis hadir antara lain Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), PT Solusi Bangun Indonesia Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., dan City Developments Limited.
CDP didirikan pada tahun 2000 yang bertujuan untuk memelopori pelaporan lingkungan perusahaan dengan ambisi mendorong pasar modal dengan menjadikan pelaporan lingkungan dan manajemen risiko sebagai norma bisnis baru. Saat ini CDP memiliki kantor regional dan mitra lokal yang tersebar di 50 negara, termasuk China, India, Jepang, dan Singapura kantor pertama di kawasan Asia Tenggara yang dibuka pada tahun 2022. Saat ini terdapat perusahaan, kota dan pemerintah daerah di lebih dari 90 negara melakukan pelaporan dampak lingkungan melalui CDP setiap tahunnya, termasuk lebih dari 6.000 perusahaan di seluruh wilayah Asia Pasifik.
Di Asia Tenggara, CDP telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Moneter Singapura (MAS), serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) untuk mendorong pelaporan dan tindakan lingkungan dari sektor swasta.