Terkuak! Ini Sejarah dan Makna di Balik Nama Gultik yang Jadi 'Harta Karun' Kuliner Malam Blok M

Mengungkap sejarah dan makna di balik Gultik atau Gulai Tikungan yang legendaris di Blok M. Dari asal-usul nama hingga alasan mengapa kuliner kaki lima ini begitu digemari

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 01 Agustus 2025 | 13:29 WIB
Terkuak! Ini Sejarah dan Makna di Balik Nama Gultik yang Jadi 'Harta Karun' Kuliner Malam Blok M
Gulai tikungan atau gultik. [Youtube AH]

SuaraJakarta.id - Di tengah gemerlapnya kuliner modern yang terus bermunculan di Jakarta, sebuah hidangan sederhana dari gerobak kaki lima justru kian bersinar dan digandrungi lintas generasi.

Gultik, singkatan dari Gulai Tikungan, telah menjadi fenomena kuliner yang tak lekang oleh waktu, membuktikan bahwa cita rasa otentik dan harga merakyat adalah kunci untuk merebut hati masyarakat.

Ketenaran Gultik saat ini, terutama di kalangan anak muda dan Gen-Z, bukanlah sebuah kebetulan. Hidangan ini telah menjelma menjadi lebih dari sekadar pengganjal perut di malam hari, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan tempat nongkrong favorit.

Namun, di balik kepulan asap kuah gulainya yang menggoda, tersimpan sejarah panjang dan makna yang mendalam.

Baca Juga:Swiss-Belresidences Kalibata Gelar Perayaan Hari Kebaya Nasional Bersama IWAPI DPC Jakarta Timur

Berawal dari Tikungan Jalan dan Spirit Perantau

Penjual gulai tikungan Mahakam.
Penjual gulai tikungan Mahakam.

Sejarah Gultik berakar kuat di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Tepatnya di perempatan Jalan Mahakam dan Jalan Bulungan, kuliner ini mulai dijajakan pada akhir era 1980-an dan mulai populer secara luas di awal 1990-an.

Nama "Gultik" sendiri lahir dari kreativitas para penikmatnya, merujuk pada lokasi para pedagang yang mangkal di tikungan jalan tersebut.  Sebelum istilah itu populer sekitar tahun 1997, hidangan ini dikenal sebagai gulai sapi biasa.

Keunikan lain dari Gultik adalah latar belakang para penjualnya. Mayoritas dari mereka merupakan perantau dari Sukoharjo, Jawa Tengah, yang membawa serta resep gulai khas Solo. Awalnya, mereka berjualan di sekitar Bulungan sebelum akhirnya menetap di kawasan Mahakam.

Dengan gerobak pikul sederhana berhiaskan payung warna-warni, mereka menawarkan kehangatan semangkuk gulai di tengah hiruk pikuk ibu kota.

Baca Juga:HIPMI Jaya Gelar Rakerda, Perkuat Sinergi Pengusaha Muda Dukung Pembangunan Jakarta

"Dinamakan gulai tikungan karena banyak pedagang gulai yang mangkal di tikungan jalan tersebut," seperti yang dijelaskan dalam berbagai catatan sejarah kuliner ini.

Para pedagang yang berjualan saat ini bahkan banyak yang merupakan generasi kedua, meneruskan usaha yang telah dirintis oleh orang tua mereka.

Makna di Balik Porsi Mungil yang Bikin Nagih

PDKT Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah, Cuma Makan Gultik di Kaki Lima Blok M. (YouTube AH)
PDKT Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah, Cuma Makan Gultik di Kaki Lima Blok M saat masih pacaran. (YouTube AH)

Salah satu ciri khas utama Gultik adalah porsinya yang terbilang kecil atau "sitik" dalam bahasa Jawa.

Namun, justru porsi mungil inilah yang menjadi daya tariknya. Dengan harga yang sangat terjangkau, berkisar antara Rp10.000 hingga Rp12.000 per porsi, pembeli seringkali merasa tidak cukup hanya dengan satu mangkuk.

Fenomena "nambah" menjadi pemandangan biasa di lapak-lapak Gultik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini