Andi Ahmad S
Rabu, 03 Desember 2025 | 18:11 WIB
Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan, Haruni Krisnawati [Andi Ahmad/Suara.com]
Baca 10 detik
  • Bencana hidrometeorologi di Sumatera-Aceh adalah bukti krisis iklim nyata yang menyebabkan korban jiwa masif (700+ meninggal, 400 hilang), menuntut respons luar biasa dari pemerintah.

  • Kementerian Kehutanan menaikkan target pengurangan emisi Indonesia secara ambisius dari 29% menjadi 43% untuk mendukung pendinginan bumi.

  • Strategi Indonesia FOLU Net Sink 2030 diandalkan untuk mencapai target emisi baru, dengan fokus pada pengelolaan hutan lestari dan penguatan peran hutan adat.

SuaraJakarta.id - Bencana hidrometeorologi dahsyat yang menghantam wilayah Sumatera hingga Aceh bukanlah sekadar musibah tahunan biasa. Tentunya ini adalah bukti nyata bahwa krisis iklim global.

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memberikan peringatan keras bahwa anomali cuaca ini menuntut respons yang luar biasa, bukan lagi cara-cara konvensional.

Dalam peluncuran pusat riset I-CAN di IPB University, Staf Ahli Menteri Bidang Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan, Haruni Krisnawati, menyampaikan apresiasinya terhadap langkah akademisi.

"Kami apresiasi atas berdirinya I-CAN, semoga dengan berdirinya I-CAN ini bisa membantu pemerintah dalam upaya Indonesia Emas," ujarnya.

Namun, di balik apresiasi tersebut, terselip data yang membuat miris hati siapa saja yang mendengarnya.

Data yang dipaparkan Haruni adalah validasi yang menyakitkan. Perubahan iklim bukan lagi prediksi masa depan, melainkan pembunuh massal hari ini.

"Urgensi ini semakin terasa dihadapan tantangan iklim global. Seperti kita ketahui bersama, dunia ini sedang adanya iklim global sudah sangat nyata kita rasakan, anomali iklim, banjir dan longsor seperti yang kita rasakan menimpa Sumatera - Aceh," tegas Haruni dalam pemaparannya di Bogor, Rabu (3/12/2025).

Ia kemudian membeberkan statistik terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menggambarkan skala katastropik bencana tersebut.

"Data dari BNPB, Lebih dari 700 orang jiwa meninggal dunia. 400 masih dinyatakan hilang, ini krisis iklim dan perubahan iklim sudah sangat mengancam kita," ungkapnya.

Baca Juga: Cegah Ijazah Palsu, IPB University Terapkan Ijazah Digital Mulai 2025

Angka ini menjadi pengingat bahwa mitigasi dan adaptasi perubahan iklim adalah soal hidup dan mati.

Indonesia memiliki posisi strategis sekaligus beban berat di pundaknya. Sebagai pemilik salah satu hutan tropis terbesar di dunia, nasib iklim global sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola hutan.

Haruni menjelaskan bahwa sektor kehutanan adalah pilar terbesar respons Indonesia.

"Hutan Indonesia jadi penyangga iklim Global. Peran hutan ini sangat signifikan untuk Indonesia. Akan menentukan kualitas air, udara, tanah hingga kesejahteraan masyarakat," jelasnya.

Oleh karena itu, pengelolaan hutan lestari bukan hanya soal menjaga pohon, tapi menjaga kualitas hidup manusia di dalamnya.

Pemerintah Indonesia menyadari bahwa perjalanan aksi iklim semakin berat setiap tahunnya. Namun, komitmen untuk berkontribusi pada pendinginan bumi justru ditingkatkan.

Load More