Terlebih, Rodiah mengaku tak memiliki ijazah untuk melamar pekerjaan. Begitu juga dengan anak-anaknya.
Menurutnya, anaknya hanya tamat sekolah hingga tingkat SMP. Hal itu lantaran keterbatasan biaya.
"Nyari pekerjaan apaan yah, anak saya aja sekolahnya berhenti. Cuma SD juga kelas 3, kelas 4 berhenti. Jadi susah (nyari kerja) kalau enggak ada ijazahnya. Akhirnya sekeluarga mulung semua," papar Rodiah yang tinggal mengontrak di Lengkong Gudang belakang Polsek Serpong.
![Rodiah dan Nengsih serta anak-anaknya yang menjadi keluarga pemulung tengah beriatirahat di depan SMA ora Et Labora di Jalan Angsana, Rawa Buntu, Serpong, Kota Tangsel, Senin (15/2/2021). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/02/15/47900-keluarga-gerobak-di-tangsel.jpg)
Rodiah menuturkan, penghasilan sebagai pemulung tak menentu. Terlebih sejak pandemi Covid-19 mewabah di Kota Tangsel.
Baca Juga:Heboh Paket Valentine Isi Cokelat dan Kondom, Satpol PP Tangsel: Belum Nemu
Penghasilan harian dari mulung pun ikut berkurang, lantaran banyak warung dan toko yang tutup.
Paling banyak, Rodiah mengaku bisa mendapatkan Rp 100 ribu sehari. Sedangkan paling sedikit bervariasi. Kadang Rp 50 ribu bahkan hanya Rp 10 ribu.
"Sepi mas, seharian keliling juga dapatnya cuma segini nih. Paling Rp 10 ribuan kalau di kilo. Nggak tentu, karena harganya juga nggak tentu," akunya.
Dengan penghasilan itu, dia harus bertahan menghidupi dirinya dan keponakannya yang yatim piatu.
Belum lagi dia harus membayar cicilan smartphone sebesar Rp 300 ribu setiap bulannya, agar keponakannya bisa belajar secara daring.
Baca Juga:Pengelolaan Sampah, Wawalkot Tangsel Minta Pemprov Banten Buat TPA di Lebak
Mirisnya, dia dan keluarganya tak pernah mencicipi manisnya bantuan dari pemerintah. Baik berupa bantuan sosial (bansos) maupun jaring pengaman sosial.