SuaraJakarta.id - "Telur pak, bu" kata Angga Purnama Alamsyah, pelajar Kelas 8 SMP, dengan suara pelan menawari telur ayam kampung dagangannya kepada pengunjung RM Pagi Sore Alam Sutera, Tangerang Selatan (Tangsel), Sabtu (17/4/2021).
Di saat remaja masa kini lainnya sibuk main game di gadget sembari menunggu buka puasa, Angga harus banting tulang membantu ekonomi keluarga dengan menjajakan telur ayam kampung.
Sinar matahari mulai meredup menuju terbenam. Angga pun gelisah. Telur ayam kampung di tangannya belum kunjung laku terjual.
Memakai seragam bola bernomor punggung tiga, celana pendek abu-abu, dan sendal jepit, Angga membawa 50 butir telur yang dipisah dalam tiga kantong plastik.
Baca Juga:Bunga Zainal Murka, Gegara Sekolah Online Mata Anaknya Bengkak dan Berair
Tangan kanan memegang satu plastik berisi puluhan telur ayam kampung, tangan kirinya memegang lebih banyak.
Dengan penuh kehati-hatian agar tak pecah, Angga menenteng erat kantong plastik berisi telur ayam kampung tersebut, sembari berharap ada orang yang iba dan mau membeli dagangannya.
Matanya sigap memburu pengunjung restoran yang keluar masuk. Tiap kali ada mobil datang, dia tak kalah cepat dengan laju roda mobil. Secepat kilat menghampiri pengunjung restoran, mencegat, dan menawarinya tepat di pintu mobil.
Sayang, bukan rupiah yang didapat. Angga hanya mendapat lambaian tangan pengunjung tanda menolak tawaran telurnya sambil masuk ke dalam restoran.
Angga tak menyerah. Sembari berlari kecil, ia menghampiri pengunjung lainnya yang keluar restoran dan menuju mobil. Telak! Tawaran telur ayam Angga diabaikan lagi.
Baca Juga:Pedas! Sejarawan Kritik Sayembara Tugu Pamulang: Akal-akalan Pemerintah
Berulang kali Angga melakukan, berulang kali pula hanya respons yang sama dari pengunjung restoran yang ia dapatkan.
Lelah menawarkan, Angga berjalan perlahan bergeser ke sisi kanan restoran. Ia duduk di atas dinding tanaman. Satu jam dia berdiri, telur ayam kampung dagangannya masih utuh.
SuaraJakarta.id berkesempatan menemuinya saat tengah duduk melepas lelah dan termenung sedih karena dagangannya belum juga kunjung laku.
"Sekarang kan sekolahnya lagi libur, jadi manfaatin jualan," ujarnya mengawali pembicaraan kepada di RM Pagi Sore Alam Sutera, Sabtu (17/4/2021).
Angga mengaku baru satu bulan berjualan telur ayam kampung di depan RM Pagi Sore Alam Sutera Tangsel tersebut.
Di samping untuk membantu orang tuanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, alasan Angga terpaksa jualan telur ayam kampung itu cukup bikin terenyuh.
"Karena kan aku butuh uang buat sekolah, buat beli kuota, buat bantu ibu juga," ujar remaja berusia 15 tahun tersebut.
Anak bungsu dari tiga bersaudara ini menceritakan jika sang ayah, Tarna, dan ibunya Tini, hanya bekerja sebagai kuli cuci. Terkadang Tarna juga bekerja sebagai kuli panggul.
"Orang tua kerjanya cuci-cuci. Kadang papah bantuin naik-naikin barang," jelasnya.
Angga dan keluarga tinggal di sebuah kontrakan di Serpong Tangsel. Namun ia tak tahu alamat pastinya ia tinggal. Sebab, ia baru sebulan berada di Tangsel.
"Aku nggak tahu sih, soalnya ke sini dianterin. Tinggalnya di kontrakan, di kampung di sana. Serpong, iya Serpong," katanya mengiyakan usai disebutkan oleh SuaraJakarta.id.
Sehari-hari, Angga mengaku jika beruntung ada 10-11 kantong telur yang bisa terjual. Terkadang, ada pembeli yang baik hati memberikan uang lebih untuk dirinya.
Namun tak jarang telur ayam kampung yang dia jual ada yang pecah saat mengejar pengunjung. Akibatnya, dia harus menggantinya dengan uang lebihan yang diberikan oleh pembeli.
"Biasanya kejual 10-11 kantong. Uangnya langsung dikasihin ke orangtua aja, biar nggak boros. Jualannya susah sih, kadang ada telur yang pecah, tiga butir dan harus diganti pakai uang yang dikasih pembeli. Kadang dikasih Rp 10 ribu, Rp 20 ribu," papar Angga yang tiba-tiba sedih dan menyeka air mata.
Angga seorang diri menjajakan telur ayam kampung. Kedua kakaknya sibuk di rumah mengerjakan tugas kuliah.
"Kakak sih biasanya diam di rumah, soalnya banyak tugas," tutupnya sambil mengusap air mata.
Khawatir semakin bertambah sedih, SuaraJakarta.id pun menyudahi obrolan tersebut. Dengan mata berkaca-kaca, Angga kembali mencegat pengunjung menawari telur ayam kampung dagangannya.
Pantauan di lokasi, meski kondisi restoran cukup ramai, sayangnya belum ada yang tertarik membeli telur ayam kampung milik Angga.
Tak surut semangat, Angga tetap berdiri di depan pintu masuk menghadap ke dalam restoran. Menunggu pengunjung yang keluar dan berulang menawari hingga dagangan telur ayam kampungnya laku.
Kontributor : Wivy Hikmatullah