“Perbedaan tanaman yang ditanam di luar yaitu untuk pengendalian hama, penyakit, (menjadi) lebih besar. Untuk mengendalikannya menggunakan obat-obatan kimia. Kalau tanaman yang ditanam di dalam SGH tidak memerlukan obat-obatan kimia karena hewan di luar tidak bisa masuk ke dalam. Kita menyebutnya tanaman sayur organik, tidak menggunakan obat kimia,” ucap Andik.
Lantaran dikelola dengan lebih baik dan minim bahan kimia, hasil pertanian organik memiliki harga jual lebih tinggi.
“Hasil penjualan berbeda. Kalau kita membeli sayur organik di supermarket, harganya beda. Kalau jual di pasar misalnya Rp2 ribu, kalau di supermarket bisa 5 ribu rupiah, 10 ribu rupiah,” katanya.
Pemanfaatan teknologi pertanian SGH bergantung pada sinyal dan jaringan seluler. Di Desa Bareng sendiri, jaringan internet relatif lancar tanpa ada gangguan sinyal.
Baca Juga:Mendag Izinkan Impor Beras, Menteri Pertanian Beri Respon Dingin
“SGH dioperasikan menggunakan smartphone android. Kita tidak ada kendala jaringan karena di sini pun tersedia wifi,” kata Tutur Dian Romadon, yang menjabat sebagai Sekretararis Kelompok Tani Argo Sandang, Desa Bareng.
Tutur berharap kehadiran SGH mampu membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani.
“Manfaat SGH itu dengan lahan seadanya, produksi tanaman lebih besar sehingga menambah pendapatan warga. Kami berharap meningkatkan kesejahteraan petani dan lingkungan khususnya anggota kelompok yang bergabung dan bertani di SGH,” kataTutur menutup perbincangan.