- Tidak menghapus pidana terhadap para terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula yang lain
- Abolisi adalah hak prerogratif presiden yang menghentikan proses hukum
- Secara hukum perbuatan pidana yang menjadi dasar pemberian abolisi tersebut tetap ada
SuaraJakarta.id - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyatakan abolisi terhadap Menteri Perdagangan periode 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).
Tidak menghapus pidana terhadap para terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula yang lain.
Hakim anggota Purwanto Abdullah menjelaskan saat seseorang mendapat abolisi dari presiden, perbuatan pidana yang dilakukan secara pro justitia (demi hukum) masih ada.
Hanya saja oleh presiden dihentikan proses hukumnya dan akibat hukumnya ditiadakan.
Baca Juga:PPSU Cempaka Putih Wafat saat Bekerja, Pemprov DKI: Hak-hak Almarhum Pasti Dipenuhi
"Maka secara hukum dengan didapatkannya abolisi Tom Lembong dari Presiden, tidak menjadikan demi hukum perkara pidana lainnya yang terkait dihentikan proses hukumnya dan ditiadakan pula akibat hukumnya," ujar hakim Purwanto dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Rabu (29/10).
Purwanto menuturkan abolisi adalah hak prerogratif presiden yang menghentikan proses hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang sedang dalam tahap penyelesaian atau persidangan yang belum memiliki putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Tujuannya, yakni untuk menghentikan seluruh proses hukum yang sedang berjalan terhadap individu yang secara tegas disebut dalam keputusan presiden (keppres).
Berdasarkan Keppres Nomor 18 Tahun 2025 yang dikeluarkan pada 1 Agustus 2025, Tom Lembong diberikan abolisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan berpedoman pada keputusan tersebut, sambung dia, pemberian abolisi bersifat spesifik, yaitu hanya berlaku terhadap orang yang secara eksplisit disebut dalam keppres, yakni Tom Lembong, dan tidak berlaku secara automasi terhadap pihak lain yang turut serta atau terkait dalam tindak pidana yang sama.
Baca Juga:Dukung Ide Heru Bikin Pulau Tempat Pembuangan, Lukmanul PAN: Jakarta Darurat Sampah
Selain itu, Purwanto menyebutkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Dengan demikian abolisi bersifat prerogatif konstitusional, namun tetap terbatas pada subjek hukum yang disebut secara tegas dalam keputusan presiden," ucap dia.
Hak prerogatif tersebut, kata dia, tidak bersifat meluas atau turunan non-derogasi terhadap pihak lain karena hukum pidana mengatur prinsip individual liability, yakni pertanggungjawaban pidana melekat pada pelaku yang melakukan perbuatan pidana secara pribadi, bukan karena hubungan dengan pihak lain yang memperoleh abolisi.
Untuk itu meskipun Tom Lembong telah menerima abolisi dari Presiden, ia mengungkapkan secara hukum perbuatan pidana yang menjadi dasar pemberian abolisi tersebut tetap ada, hanya saja proses penegakan hukum terhadap Tom Lembong dihentikan secara prerogatif oleh Presiden.
Namun terhadap terdakwa dan pihak-pihak lain yang tidak tercantum dalam keppres dimaksud, lanjut dia, proses hukum tetap harus dilanjutkan dan akibat hukumnya tetap berlaku penuh.
"Hal ini karena tidak terdapat dasar konstitusional maupun alternatif untuk menghentikan penuntutan terhadap terdakwa lain," kata Purwanto.