- Dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Aceh beradaptasi terhadap banjir dengan mengganti menu menggunakan pangan lokal seperti umbi dan ikan.
- Keterbatasan gas, air bersih, listrik, dan bahan baku memaksa 19 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Bireuen berhenti beroperasi.
- SPPG mengalihkan fokus penyaluran bantuan makanan kepada masyarakat korban bencana selama sekolah masih diliburkan akibat bencana alam.
SuaraJakarta.id - Bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam memaksa dapur-dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) beradaptasi dalam kondisi serba terbatas. Ketika pasokan bahan baku dan gas menipis, para pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memilih bertahan dengan memanfaatkan kekayaan pangan lokal yang masih tersedia di sekitar warga.
Kepala Regional SPPG Badan Gizi Nasional (BGN) Aceh, Mustafa Kamal, mengatakan penggantian menu menjadi langkah darurat agar layanan MBG tetap berjalan di tengah situasi krisis.
“Kami berupaya mengganti menu dengan menu lokal karena bahan pangan untuk SPPG mengalami kelangkaan akibat banjir,” kata Mustafa Kamal di Bireuen, Rabu (3/12/2025).
Menurutnya, pengelola SPPG telah berkoordinasi untuk mengusulkan penggunaan bahan pangan lokal seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, tahu, tempe, serta ikan yang dibudidayakan di kolam-kolam warga. Bahan-bahan tersebut masih relatif mudah diperoleh di sejumlah wilayah Aceh.
Baca Juga:Novotel Jakarta Pulomas Hadir di Jakarta Timur, Pilihan Ideal Libur Weekend Bersama Keluarga
“Bahan makanan lokal ini tersedia di Aceh Barat, Bireuen, dan Pidie. Itu yang sekarang kami andalkan agar dapur MBG tetap bisa beroperasi,” ujarnya.
Namun tantangan tidak hanya datang dari sisi bahan pangan. Kelangkaan gas untuk memasak juga menjadi persoalan serius. Mustafa mengungkapkan, pasokan gas diperkirakan baru akan normal kembali dalam waktu satu hingga dua bulan ke depan.
Untuk mengatasi hal itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh. Salah satu solusi yang tengah disiapkan adalah penggunaan briket batu bara sebagai bahan bakar alternatif.
“Kami sudah bertemu ESDM Aceh. Mereka menawarkan solusi briket batu bara untuk menggantikan gas sementara waktu,” kata Mustafa.
Persoalan lain yang tak kalah pelik adalah keterbatasan air bersih dan listrik. Instalasi air minum rusak akibat terjangan banjir, sementara jaringan listrik belum sepenuhnya pulih karena banyak infrastruktur yang terendam. Hingga kini, pihak PDAM belum dapat memastikan waktu perbaikan instalasi air bersih.
Baca Juga:Pramono Anung Ungkap Destinasi Baru Wisatawan Datang ke Jakarta
Dampak banjir terhadap operasional dapur MBG cukup signifikan. Berdasarkan hasil temuan Tim Deputi Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas) BGN yang turun langsung ke lapangan di bawah pimpinan Deputi Tauwas Letjen TNI (Purn.) Dadang Hendrayuda pada Selasa (2/12/2025), sebanyak 19 SPPG di Kabupaten Bireuen terpaksa menghentikan operasional.
“Kelangkaan bahan baku, gas, air bersih, dan listrik menjadi penyebab utama,” demikian laporan Tim Tauwas BGN.
Secara keseluruhan, terdapat 26 SPPG yang telah beroperasi di Kabupaten Bireuen. Namun akibat banjir, dua SPPG terdampak langsung sejak awal dan tidak bisa beroperasi. Wilayah yang paling terdampak berada di Kecamatan Jangka dan Kecamatan Peusangan.
Di tengah keterbatasan tersebut, peran dapur MBG justru meluas. Selama sekolah diliburkan akibat banjir, sejumlah SPPG mengalihkan penerima manfaat MBG dari siswa sekolah kepada masyarakat dan korban bencana.
Data BGN mencatat, pada 26 November 2025, sebanyak 21 SPPG menyalurkan 62.826 paket bantuan. Pada 27 November disalurkan 30.261 paket, disusul 37.180 paket pada 28 November, dan 38.668 paket pada 29 November 2025.
Tak hanya menyalurkan makanan, SPPG juga berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bireuen dengan meminjamkan lima kendaraan operasional selama masa tanggap darurat. Tiga mobil distribusi tambahan dikerahkan pada 2 Desember 2025 untuk menjangkau wilayah-wilayah terdampak banjir.