SuaraJakarta.id - Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono pertanyakan bongkar pasang papan reklame di pos polisi Harmoni dan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.
Gembong mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu meningkatkan pengawasan terhadap pemasangan papan reklame.
"Masa sesaat diturunkan, kemudian terpasang lagi. Kan aneh," ucap Gembong, Senin (15/11/2021).
Politisi PDI Perjuangan tersebut mempertanyakan tindakan Satpol PP DKI yang membongkar papan reklame itu pada 7 September 2021. Namun saat ini papan iklan tersebut telah dibangun kembali.
Baca Juga:DPRD DKI: Pemenuhan 30 Persen RTH di Jakarta Mustahil Terealisasi
Gembong menuturkan tindakan Satpol PP DKI itu mengindikasikan kurang pengawasan terhadap perizinan papan reklame di Jakarta.
Lebih lanjut, Gembong menganggap perlu penyelidikan mendalam pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di bidang pendirian reklame.
Karena dugaan kurang koordinasi antar SKPD terkait, yaitu Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (DCKTRP) bersama Dinas Penaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta.
"Tidak ada koordinasi antar instansi terkait dalam pengawasan reklame. Yang terjadi sekarang kan ego sektoral," ujar Gembong.
Gembong menegaskan seluruh dinas di Jakarta harus menghilangkan sikap ego sektoral dan meningkatkan koordinasi. Terutama dalam hal pengawasan terhadap pendirian atau keberadaan papan reklame.
Baca Juga:DPRD DKI: Pembebasan Lahan Hijau di Jakarta Diperkirakan Rp1,7 Triliun
Dinas terkait dengan keberadaan papan reklame di ibu kota, lanjut dia, harus duduk bersama membahas soal pendirian papan reklame hingga penerapan pengawasannya.
"Kemudian koordinasi, bekerja sesuai dengan hasil koordinasi itu," ujar Gembong.
Dalam kesempatan itu, Gembong juga menyinggung pembangunan reklame harus sesuai dengan Perda DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame.
Dalam penyelenggaraan reklame, Dinas Citata (DCKTRP) akan mengeluarkan rekomendasi kepada DPMPTSP untuk menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan Reklame (IMB-R).
"Kalau bicara tentang perda itu kewenangan pada Citata, pertanyaannya apa rekomendasi yang diberikan Citata? Kalau memang itu menyalahi perda itu pasti mereka akan komplain. Ketika komplain itu ditujukan kepada Satpol PP untuk melakukan penindakan," tutur Gembong.
Di sisi lain, Pengamat Perkotaan Hatta Adriansyah juga mempertanyakan proses pembangunan kembali reklame di pospol Harmoni dan Lapangan Banteng yang terjadi dalam waktu relatif singkat itu.
"Apakah benar dalam waktu hanya dua bulan itu konstruksi papan reklame yang baru itu sudah memenuhi seluruh ketentuan aturan yang berlaku?" tutur Hatta.
Untuk membangun papan reklame, sambung Hatta, pihak yang membangun setelah memenangkan proses tender, harus sudah mengantongi IMB, IPR dan Pajak Reklame sesuai aturan yang berlaku.
Selain itu, dalam hal pembangunan di atas bangunan pospol, pihak pembangun papan reklame juga harus sudah mendapatkan rekomendasi dari pihak kepolisian. Dalam hal ini Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.
"Jika pembangunan papan reklame tersebut ternyata belum dilengkapi seluruh ketentuan yang dipersyaratkan, itu jelas melanggar hukum. Apa mungkin, dalam waktu dua bulan saja proses tender sudah dilakukan," ujar Hatta Adriansyah.
Hatta juga mempertanyakan soal keberadaan papan reklame di atas bangunan pospol, karena pos polisi termasuk sebagai gedung atau halaman kantor pemerintah pusat/daerah yang dilarang untuk dibangun papan reklame seperti yang diatur Perda DKI Jakarta Nomor 9/2014.
"Pos polisi termasuk dalam bangunan yang seharusnya dilarang untuk dibangun papan reklame. Coba saja baca Perda DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2014 yang mengatur tentang itu," ujar Hatta Adriansyah.