"DSA-nya Terawan sudah menghasilkan doktor, sudah secara keilmuan, saintifik. Mau gunakan keilmuan apa lagi? Menurut IDI itu belum didasari keilmuan. Kalau begitu didesertasikan, jangan diungkap ke publik bahwa ini belum memenuhi kaidah keilmuan," katanya.
Ia mengatakan harusnya IDI menggunakan dasar keilmuan untuk menjawab penolakan metode DSA Terawan.
"Kalau dibawa ke ranah etik, saya khawatir dokter di Indonesia gak akan ada yang berani lagi," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengkritisi rekomendasi dugaan pelanggaran etik kedokteran yang dilayangkan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI untuk pemberhentian Terawan.
Baca Juga:Soal Bubarkan Ikatan Dokter Indonesia, Ketum Adib Khumaidi: IDI Akan Selalu Ada
Salah satunya adalah mempromosikan diri secara berlebihan terhadap Brain Washing melalui metode DSA yang dianggap belum memiliki kajian ilmiah berbasis data kedokteran.
"Yang mengiklankan itu Wakil Ketua Komisi IX dan saya serta beberapa pejabat negara, bukan Terawan. Tunjukkan ke saya iklan yang katanya salah," katanya.
Saleh juga mengkritisi pernyataan IDI yang menyebut Vaksin Nusantara sebagai produk yang belum sempurna penelitiannya.
"Saya tanya, vaksin COVID-19 di Indonesia yang sudah sempurna penelitiannya apa?. Bukankah semua vaksin yang masuk menggunakan izin darurat yang dipakai dalam keadaan emergency. Artinya semua vaksin belum ada yang sempurna," katanya.
Sebelumnya, PB IDI tak menghadiri undangan Komisi IX DPR RI pada Selasa (29/3) karena seluruh pengurus IDI tengah menjalani agenda Muktamar XXXI di Aceh.
Baca Juga:IDI Tegaskan Tak Ada Konspirasi di Balik Pemecatan Terawan, Apalagi Terkait Vaksin Nusantara