Akui Tak Ada Larangan Anies Lantik Pejabat Jelang Jabatan Gubernur Lengser, PDIP: Tapi Secara Etik Tak Elok!

"Tetapi soal etik kan masa sebelum beberapa hari jelang jabatan berakhir melantik pejabat kan rasanya secara etik nggak elok."

Agung Sandy Lesmana | Fakhri Fuadi Muflih
Rabu, 14 September 2022 | 12:01 WIB
Akui Tak Ada Larangan Anies Lantik Pejabat Jelang Jabatan Gubernur Lengser, PDIP: Tapi Secara Etik Tak Elok!
Akui Tak Ada Larangan Anies Lantik Pejabat Jelang Jabatan Gubernur Lengser, PDIP: Tapi Secara Etik Tak Elok! [ ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso]

SuaraJakarta.id - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono angkat bicara soal polemik pengangkatan pejabat tinggi pratama di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI oleh Gubernur Anies Baswedan. Ia mengakui memang tak ada aturan yang melarang Anies untuk merombak pejabat jelang lengser pada 16 Oktober nanti.

Menurut Gembong, larangan itu merupakan pengartian dari rapat paripurna pengumuman pemberhentian Kepala Daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022 yang digelar kemarin, Selasa (13/9/2022).

"Ya pemaknaan dari paripurna hari ini saja. Kalau dasar hukumnya enggak melarang itu," ujar Gembong saat dikonfirmasi, Rabu (14/9/2022).

Baca Juga:Heru Budi Hartono, Kepala Sekretariat Presiden Calon Kuat Pengganti Anies Baswedan

Karena itu, Gembong menyebut hal ini adalah masalah etika saja. Menurutnya tidak pantas seorang Kepala Daerah melakukan pelantikan pejabat jelang lengser.

Dikhawatirkan nantinya akan menimbulkan kesan pejabat titipan atau sedang membangun dinasti.

"Tetapi soal etik kan masa sebelum beberapa hari jelang jabatan berakhir melantik pejabat kan rasanya secara etik nggak elok," ucapnya.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR DKI Jakarta, Gembong Warsono. (ANTARA/Arindra Meodia)
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR DKI Jakarta, Gembong Warsono. (ANTARA/Arindra Meodia)

Selain itu, dikhawatirkan nantinya tindakan Anies itu malah akan mengganggu harmonisasi para pejabat yang nantinya akan dipimpin oleh Penjabat Gubernur pengganti Anies. Namun, memang tidak ada sanksi yang berlaku jika Anies tetap melakukannya.

"Ya khawatirnya akan mengganggu harmonisasi dalam tata pemerintahan ke depan gitu loh. Kan untuk menjaga itu," pungkasnya.

Baca Juga:Resmi Diusulkan Jadi Pj Gubernur DKI Jakarta, Kasetpres Heru: Prosesnya Masih Jauh

Anies Tak Salahi Aturan

Sebelumnya, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta, Yayan Yuhana angkat bicara soal ultimatum Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi yang melarang Gubernur Anies Baswedan untuk melantik pejabat tinggi pratama di akhir masa jabatannya. Ia menilai jika Anies melakukannya, maka tidak akan menyalahi aturan.

Menurut Yayan, tidak ada aturan yang melarang Anies untuk membuat kebijakan strategis seperti melantik pejabat meski masa jabatannya kurang dari 30 hari lagi. Ia menyatakan Kepala Daerah pada dasarnya memiliki tugas untuk membuat kebijakan sesuai aturan.

“Gubernur memiliki tugas dan tanggung jawab, termasuk dalam mengambil kebijakan menurut aturan berlaku,” ujar Yayan kepada wartawan, Selasa (13/9/2022).

Menurut Yayan, jika larangan tersebut didasarkan pada pasal 71 ayat (2) dan (3) UU No.10/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, maka regulasi tersebut tidak membuat Anies menyalahi aturan.

“Karena ketentuan dalam pasal tersebut dikhususkan untuk kepala daerah yang akan mengikuti seleksi pemilu, sedangkan tahun 2022 tidak ada pemilu,” kata Yayan.

Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhana. (Suara.com/Fakhri Fuadi)
Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhana. (Suara.com/Fakhri Fuadi)

Selain itu, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2014, tidak terdapat pengaturan mengenai tugas dan wewenang Gubernur selama satu bulan masa jabatan berakhir. Dengan demikian dapat disimpulkan tugas dan wewenang Gubernur tetap mengacu kepada Pasal 65 UU Nomor 23/2014.

“Karena itu ketentuan ini atau ketentuan lainnya yang ada pada rezim pengaturan pemilihan Gubernur, tidak dapat dijadikan dasar atau diberlakukan kepada Gubernur dalam jabatan normal dan tidak sedang mengikuti pelaksanaan pilkada (peserta pilkada),” tegas Yayan.

Ketentuan tersebut, kata Yayan, juga bersifat khusus lex spesialis dalam kaitannya dengan pembatasan pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur pada masa pemilihan Gubernur.

Sebab, dalam pasal 71 ayat (5) disebutkan dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Selain itu, Yayan juga menyatakan bahwa Paripurna terkait Pengumuman Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 oleh DPRD DKI Jakarta, hanya merupakan rangkaian proses administrasi semata.

“Paripurna hanya sebagai rangkaian proses administrasi untuk pengumuman pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur. Tidak ada kewenangan yang berubah atau berkurang, semua masih sama."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini