Apa Itu Outsourcing? Ditolak Buruh dan Ingin Dihapus Presiden Prabowo

Istilah outsourcing sering terdengar dalam dunia kerja, terutama saat buruh menyuarakan tuntutan mereka

Muhammad Yunus
Kamis, 01 Mei 2025 | 13:03 WIB
Apa Itu Outsourcing? Ditolak Buruh dan Ingin Dihapus Presiden Prabowo
Presiden Prabowo Subianto berpidato di hadapan ratusan ribu buruh di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025), pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 [Suara.com/ANTARA]

SuaraJakarta.id - Istilah outsourcing sering terdengar dalam dunia kerja, terutama saat buruh menyuarakan tuntutan mereka.

Tapi sebenarnya, apa itu outsourcing, dan kenapa banyak buruh menolak sistem ini?

Pengertian Outsourcing

Secara sederhana, outsourcing adalah sistem kerja alih daya. Artinya, perusahaan utama menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, yang disebut perusahaan penyedia jasa tenaga kerja.

Baca Juga:Buruh Bangunan Tewas Tertimpa Tembok di Koja Jakarta Utara

Jadi, pekerja outsourcing secara hukum bukan karyawan langsung perusahaan utama, melainkan karyawan dari pihak ketiga.

Contohnya, sebuah perusahaan besar bisa menyerahkan urusan keamanan, kebersihan, atau layanan customer service kepada perusahaan lain.

Karyawan yang menjalankan tugas itu pun bukan tercatat sebagai pegawai tetap perusahaan besar tadi, melainkan sebagai pegawai kontrak dari vendor atau perusahaan alih daya.

Alasan Perusahaan Menggunakan Outsourcing

Dari sisi perusahaan, outsourcing dianggap menguntungkan karena lebih fleksibel dan efisien secara biaya.

Baca Juga:Ikuti Instruksi Prabowo, PAM Jaya Gandeng Lemhanas RI Demi Ketahanan Air

Mereka tak perlu mengurus langsung soal rekrutmen, gaji, jaminan sosial, hingga pelatihan. Semua itu ditangani oleh pihak penyedia jasa.

Selain itu, bila perusahaan ingin mengurangi jumlah tenaga kerja, mereka cukup mengakhiri kontrak dengan perusahaan outsourcing.

Tanpa harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara langsung.

Kenapa Buruh Menolak Sistem Outsourcing?

Meskipun tampak praktis bagi perusahaan, sistem ini sering dianggap merugikan pekerja.

Berikut alasan utama mengapa banyak buruh menolak sistem outsourcing:

1. Status kerja tidak pasti

Pekerja outsourcing umumnya hanya terikat kontrak jangka pendek. Hal ini membuat mereka selalu dalam posisi tidak aman—khawatir kapan pun bisa diberhentikan tanpa alasan yang jelas.

2. Upah dan tunjangan lebih rendah

Banyak laporan menunjukkan bahwa pekerja outsourcing mendapat upah yang lebih rendah dibanding karyawan tetap di posisi serupa.

Selain itu, hak atas tunjangan, cuti, dan jaminan sosial pun sering diabaikan atau tidak optimal.

3. Kesulitan berserikat

Karena tidak bekerja langsung di perusahaan utama, buruh outsourcing kerap kesulitan membentuk atau bergabung dengan serikat pekerja.

Hal ini membuat mereka lebih sulit memperjuangkan haknya.

4. Tidak ada jenjang karier

Pekerja outsourcing biasanya tidak mendapat peluang pengembangan karier di perusahaan utama.

Meskipun sudah lama bekerja dan menunjukkan kinerja baik, mereka tetap berada di posisi itu-itu saja, karena bukan bagian dari struktur internal perusahaan.

5. Rasa tidak dihargai

Banyak buruh merasa diperlakukan sebagai 'pekerja kelas dua'. Padahal mereka ikut berkontribusi dalam operasional harian perusahaan.

Namun karena statusnya berbeda, mereka kerap tidak mendapat perlakuan yang sama.

Outsourcing memang bisa membantu efisiensi perusahaan, tapi di sisi lain, sistem ini membuka celah ketidakadilan bagi pekerja.

Itulah mengapa dalam banyak aksi buruh—terutama pada momen Hari Buruh—tuntutan penghapusan atau pembatasan sistem outsourcing selalu disuarakan.

Buruh tidak menolak pekerjaan. Mereka hanya menolak sistem yang membuat masa depan kerja mereka tidak menentu.

Karena pada dasarnya, setiap orang berhak mendapat pekerjaan yang layak, aman, dan dihargai.

Presiden Dukung Sistem Outsourcing Dihapus

Presiden RI Prabowo Subianto mengumumkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, sebagai salah satu instrumen untuk mendukung penghapusan sistem outsourcing atau pekerja alih daya.

Pengumuman itu disampaikan dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) yang digelar di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis 1 Mei 2025.

"Sebagai hadiah untuk kaum buruh hari ini, saya akan segera membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional," kata Presiden Prabowo di hadapan ribuan buruh yang hadir.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional merupakan sebuah badan yang akan melibatkan tokoh-tokoh buruh dari seluruh Indonesia.

Dewan ini, lanjutnya, akan bertugas memberikan nasihat kepada Presiden terkait perbaikan undang-undang dan regulasi yang dinilai tidak berpihak kepada pekerja.

Selain itu, Presiden Prabowo juga menegaskan dukungannya terhadap usulan penghapusan sistem outsourcing yang selama ini menjadi sorotan para buruh.

Ia menyebut, Dewan Kesejahteraan Buruh akan turut mempelajari secara mendalam mekanisme transisi menuju penghapusan sistem tersebut, dengan tetap mempertimbangkan iklim investasi.

"Kita ingin hapus outsourcing. Tapi saudara, kita juga harus realistis, harus menjaga kepentingan para investor juga. Kalau mereka tidak investasi, tidak ada pabrik, kalian tidak bekerja," ujar Presiden.

Langkah-langkah lain yang juga diumumkan termasuk pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK untuk mengantisipasi pemutusan hubungan kerja secara sepihak.

Serta percepatan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan RUU perlindungan pekerja laut serta sektor perikanan.

Presiden Prabowo menggarisbawahi bahwa negara tidak akan tinggal diam jika terjadi ketidakadilan terhadap para buruh.

"Bila perlu, negara akan turun tangan," tegasnya.

Pidato Presiden Prabowo ini disambut antusias oleh para pimpinan serikat buruh, termasuk Said Iqbal dan Jumhur Hidayat, yang turut hadir dalam peringatan May Day tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini