- Menurut TLJ, dalam beberapa perkara di PN Jakpus, putusan pengadilan mengesahkan praktik "konsinyasi saham" yang dilakukan melalui notaris.
- Padahal KUH Perdata dengan tegas menyebutkan bahwa konsinyasi hanya sah jika dilakukan melalui kepaniteraan pengadilan negeri.
- LBH Taretan Legal Justitia menilai hal tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap hukum, sekaligus pembenaran terhadap kejahatan korporasi.
SuaraJakarta.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Taretan Legal Justitia (TLJ) mengecam keras maraknya putusan-putusan sesat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang dianggap telah menyimpang dari hukum positif dan asas keadilan.
Dalam surat terbukanya, Direktur LBH Taretan Legal Justitia, Zainurrozi, menyebut bahwa PN Jakpus rawan menjadi arena pembenaran bagi tindakan hukum yang tidak sah, terutama terkait praktik "perampokan" saham milik korporasi lewat rekayasa konsinyasi melalui notaris dan manipulasi PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).
“Kami menemukan praktik yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum, tapi justru dilegitimasi melalui putusan pengadilan. Ini adalah bentuk penyimpangan serius dan penghinaan terhadap wibawa lembaga peradilan," tegas Zainurrozi, Senin (10/11/2025).
Menurut TLJ, dalam beberapa perkara di PN Jakpus, putusan pengadilan mengesahkan praktik "konsinyasi saham" yang dilakukan melalui notaris, padahal KUH Perdata dengan tegas menyebutkan bahwa konsinyasi hanya sah jika dilakukan melalui kepaniteraan pengadilan negeri.
Baca Juga:DANA Keliling di 15 Kota, Cek 5 Link Saldo Dana Kaget Dalam Artikel Ini
"Konsinyasi saham melalui notaris itu ilegal. Ia merampas hak kepemilikan korporasi kecil dengan cara licik namun tampak legal di atas kertas. Dan yang paling ironis — pengadilan justru mengesahkan perbuatan itu," ujar Zainurrozi.
LBH Taretan Legal Justitia menilai hal tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap hukum, sekaligus pembenaran terhadap kejahatan korporasi.
Selain soal konsinyasi, TLJ juga menyoroti serangkaian pelanggaran etik dan administrasi dalam proses sidang di PN Jakpus, antara lain hakim sering terlambat masuk sidang. Pencari keadilan hadir pukul 09.00 WIB, namun hakim baru hadir sekitar pukul 14.00 atau bahkan 14.30 WIB.
"Hakim punya tradisi tidak menghargai waktu. Sikap itu menghina rakyat dan merendahkan martabat pencari keadilan," ketua Zainurrozi.
Pergantian majelis hakim yang tidak transparan. Dalam banyak perkara, komposisi hakim berubah setiap minggu tanpa pemberitahuan resmi kepada para pihak.
Baca Juga:UPN Veteran Jakarta Kukuhkan Dua Guru Besar, Salah Satunya Rektor
"Pergantian yang tidak dijelaskan menimbulkan keraguan terhadap integritas dan konsistensi pemeriksaan," paparnya.
Dalam perkara PKPU No. 315/Pdr.Sus-PKPU/2025/PN Jkt. Pst masuknya kuasa kreditor lain tanpa diverifikasi. Mereka begitu saja diizinkan ikut beracara tanpa diperiksa keaslian surat kuasa, KTA, atau Berita Acara Sumpah (BAS).
Hakim yang sudah dimutasi tetap memeriksa perkara. LBH TLJ mengungkap, ada hakim anggota yang sudah dipindahkan ke pengadilan lain namun tetap memeriksa perkara PKPU.
Surat resmi permintaan penggantian hakim telah disampaikan, tetapi diabaikan oleh Ketua PN Jakarta Pusat.
"Hal-hal seperti ini tidak hanya menyalahi administrasi, tapi juga melanggar kode etik kehakiman dan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan," lanjut Zainurrozi.
TLJ menyebut fenomena ini sebagai krisis moral lembaga peradilan, di mana hukum hanya dijalankan sebatas teks, bukan nilai.