SuaraJakarta.id - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana melakukan aksi demonstrasi besar-besaran di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (1/12/2022) besok.
Hal ini dilakukan untuk menolak keputusan Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2022 sebanyak 5,6 persen jadi Rp4,9 juta.
Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan nilai UMP Rp4,9 juta masih terlalu kecil bagi para buruh di ibu kota. Demonstrasi bahkan direncanakan akan dilakukan terus menerus sampai Heru mengubah keputusannya.
"Pada tanggal 1 Desember (2022), aksi besar-besaran akan terjadi di Balai Kota, terus menerus setiap hari," ujar Said dalam keterangannya, Rabu (30/11/2022).
Baca Juga:Golkar Minta Heru Budi Kunjungi 9 Fraksi DPRD DKI, Diberi Waktu Sampai 15 Desember
Said pun menyebut nilai ini masih kalah dibandingkan dengan beberapa kota lain yang menaikan nilai upah minum sampai 10 persen.
Karena itu, ia menyatakan buruh ingin setidaknya UMP naik 10,55 persen. Nilai ini juga sudah pernah diajukan oleh Dewan Pengupahan DKI dari unsur buruh.
"Minimal 10 persen, sama seperti daerah-daerah lain, seperti Majalengka, Cirebon. Malu Ibu Kota upahnya naiknya lebih rendah dari Majalengka, Cirebon, Bogor, dan Subang. Memalukan," kata Said.
"Diubah, direvisi, jangan malu untuk merevisi," jelasnya.
![Ketua Partai Buruh, Said Iqbal saat konferensi pers di sela-sela demontrasi buruh di depan gedung DPR RI, Jakarta. (Suara.com/Yaumal)](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/06/15/66720-presiden-partai-buruh-said-iqbal-saat-konferensi-pers-di-sela-sela-demontrasi-buruh-di-depan-dpr.jpg)
Menurut Said, angka yang ditetapkan Pemprov ini masih berada di bawah nilai inflasi Januari-Desember 2022 yaitu sebesar 6,5 persen. Lalu juga tak mengacu pada pertumbuhan ekonomi Januari -Desember yang diperkirakan sebesar 5 persen.
Baca Juga:Mau Digugat Buruh ke PTUN Gegara Tetapkan UMP DKI 2023 Naik 5,6 persen, Heru Budi Heran
"Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kab/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan atau Year on Year," ucap Said.
Seharusnya, kata Said, Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono juga memperhatikan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berimbas pada melambungnya biaya hidup. Heru pun dianggapnya tidak sensitif terhadap kehidupan buruh.
"Kenaikan 5,6 persen masih di bawah nilai inflansi. Dengan demikian Gubernur DKI tidak punya rasa peduli dan empati pada kaum buruh," jelas Said.
Ia menilai, kenaikan UMP DKI 5,6 persen tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di Jakarta. Sebab biaya sewa rumah sudah 900 ribu, transportasi dari rumah ke pabrik (PP) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran 900.000.
Kemudian makan di Warteg 3 kali sehari dengan anggaran sehari Rp40.000 menghabiskan 1,2 juta sebulan. Kemudian biaya listrik 400 ribu, biaya komunikasi 300 ribu, sehingga totalnya Rp3,7 juta.
"Jika upah buruh DKI Rp4,9 juta dikurangi 3,7 juta hanya sisanya 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain?Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," pungkasnya.