SuaraJakarta.id - Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, M. Taufik Zoelkifli mengkritisi rencana penerapan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP). Berdasarkan Rancangan Peraturan Daerah atau Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLE), ERP ini rencananya diterapkan mulai 05.00 WIB-23.00 WIB.
Taufik menilai durasi 18 jam penerapan ERP terlalu lama. Ia meminta Dinas Perhubungan DKI mengevaluasi rencana tersebut.
"Dari rancangan Dinas Perhubungan DKI, dari jam 05.00 WIB-22.00 WIB, itu waktu berlakunya terlalu panjang," ujar Taufik saat dikonfirmasi, Minggu (15/1/2023).
Taufik pun menyarankan agar penerapan ERP dibagi dua dalam satu hari. Ia mencontohkan penerapannya seperti aturan 3 in 1 dulu.
Baca Juga:Heru Budi Mau Terapkan ERP, PKS Minta Pengadaan Transportasi Umum Didahulukan
Saat itu, ERP diterapkan pada durasi tertentu pada pagi dan sore hari.
"Nanti (durasi ERP) disesuaikan lagi, seperti 3 in 1, kan enggak sepanjang hari. Mungkin pagi dan sore," ucap Taufik.
Taufik juga meminta agar Penjabat Gubernur DKI Jakarta meningkatkan pengadaan transportasi umum di ibu kota. Hal ini dinilainya perlu dilakukan seiring dengan rencana penerapan jalan berbayar atau ERP.
Taufik mengatakan, ERP memiliki tujuan untuk mengurangi volume kendaraan ruas jalan yang menerapkannya. Pengguna kendaraan akan berpikir dua kali untuk melewati jalan itu karena dikenakan biaya.
"Kan prinsipnya nanti pengguna di jalan yang macet itu akan berbayar, jadi kan mereka segen karena bayar itu. Artinya kan mengurangi kepadatan di situ," tuturnya.
Baca Juga:Ini Sanksi Melanggar Jalan Berbayar Jakarta ERP, Bisa Menguras Kantong!
Karena itu, ia meyakini nantinya para pengguna kendaraan umum berkeinginan untuk beralih menggunakan transportasi umum. Pada kondisi ini, Pemprov DKI disebutnya sudah harus siap mengakomodirnya.
"Jadi di jalan-jalan yang memang nanti diterapkan ERP, itu harus tersedia fasilitas kendaraan umum yang bagus. Maksudnya, di situ misalnya bisa dilewati oleh busway transjakarta, atau ada jalur MRT, atau LRT, atau yang lainnya," ucapnya.
Selain itu, ia menilai penerapan ERP ini kn lebih efektif mengurangi macet yang sudah menjadi masalah umum di Jakarta. Sebab, penyebaran kendaraan juga akan lebih merata lantaran enggan lewat jalur ERP.
"Jadi, kepadatan lalu lintas itu akan lebih merata dibandingkan kalau tidak ada ERP. Mau tidak mau yang terbaik nanti adalah memakai kendaraan umum," katanya.
Tujuh Tahapan ERP
Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut proses penerapan jalan berbayar atau ERP di Jakarta masih cukup panjang. Setidaknya ada tujuh tahapan yang harus dilalui sebelum akhirnya kebijakan ini dijalankan.
Tahapan pertama adalah pembahasan Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PLLE) di DPRD DKI. Pihak Dishub DKI telah menyerahkan drafnya untuk dibahas menjadi Perda.
"ERP kan sekarang masih dalam proses di DPRD, Raperda namanya. Itu masih ada beberapa tahapan, nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Terus jadi Perda," ujar Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (11/1).
Setelah itu, ia akan mulai membahas penyusunan Peraturan Gubernur yang merupakan turunan dari Perda tersebut. Pergub ini diperlukan karena berisi pelaksanaan atau teknis dari penerapan ERP di Jakarta.
"Setelah itu baru proses lagi untuk proses bisnisnya, proses bisnisnya masih pembahasan. Nanti siapa yang mengelola badan usahanya apa, itu juga dibahas dengan DPRD," ucapnya.
Tahapan keempat adalah penentuan jalan mana saja yang akan menerapkan ERP. Beberapa titik memang sudah ditentukan berdasar sejumlah kriteria yang diatur dan selanjutnya dibahas lagi di DPRD.
Barulah tahapan ke enam adalah melakukan penentuan tarif. Sejauh ini kisaran biaya ERP yang diperkirakan adalah Rp5.000 sampai Rp19.900.
Tahapn terakhir atau ketujuh adalah membahas keseluruhan rencana dengan pemerintah pusat.
"Kira-kira itu, masih ada tujuh tahapan. itu dibahas mulai tahun 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023," pungkasnya.