SuaraJakarta.id - Pemprov DKI Jakarta sudah membolehkan bioskop dibuka saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Hal itu diizinkan oleh Gubernur Anies Baswedan.
Namun ada ketentuan khusus yang harus dipenuhi agar terhindar dari penularan Covid-19.
Salah satunya adalah mengurangi kapasitas penonton.
Jumlah penonton yang diizinkan dalam satu studio bioskop hanya 25 persen dari kapasitasnya.
Baca Juga:PSBB Jakarta Izinkan Pusat Kebugaran Buka, Yunarto Wijaya: Nggak Salah Nih?
Lainnya, masing-masing orang duduk berjarak 1,5 meter.
"Maksimal 25 persen kapasitas, jarak antar tempat duduk minimal 1,5 meter," ujar Anies dalam paparan tertulis tentang pengaturan PSBB transisi yang dikutip Senin (12/10/2020).
Penonton tak boleh berpindah-pindah tempat duduk.
Lalu alat makan juga harus disterilisasi terlebih dahulu.
Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Bambang Ismadi mengatakan untuk bisa beroperasi, pemilik usaha bioskop harus mengajukan izin dulu kepada pihaknya.
Baca Juga:Catat! Ini Pedoman Beribadah Saat PSBB Transisi di Jakarta
Setelah itu akan dilakukan survei tempat untuk memastikan segala prosedur terpenuhi.
"Mengajukan permohonan proposal permohonan persetujuan teknis untuk buka usaha. Ditujukan ke dinas pariwisata dan ekonomi kreatif," jelasnya.
Selain melakukan survei, akan dilakukan juga simulasi saat menonton.
Setelah semuanya terpenuhi baru pihaknya mengeluarkan Surat Keputusan (SK) perizinan membuka bioskop.
"Kalau Kesimpulannya sudah ok, sudah disetujui, maka akan dikeluarkan surat kepala dinas parekraf, bahwa manajemen tersebut sudah boleh membuka usahanya," pungkasnya.
Bikin Rugi
Aturan pengurangan penonton di bioskop sebanyak hingga 25 persen dari kapasitas dikritik oleh asosiasi pengusaha bioskop.
Ketentuan ini dinilai malah membuat rugi para pembuat film.
Ketua Gabungan Pengelola Bioskop Seluruh Indonesia (GLBSI) Djonny Syafruddin mengatakan sebenarnya pengelola bioskop menyambut baik izin pembukaan pengusaha film ini.
Namun menurut dia pembuat film akan rugi karena pembatasan penonton ini.
"Sekarang pertanyaannya lagi itu kan yang punya film nggak mau 25 persen rugi dia," ujar Djonny.
Menurutnya jika rugi, akan ada kemungkinan pembuat film belum mau merilis karyanya di bioskop.
Hal ini akan menjadi masalah buat pengelola bioskop dan pembuat filmnya.
"Kalau yang punya film gak mau mainin di bioskop terus bioskop mau mainkan film siapa itu gak bisa dipisah antara bioskop dan film," kata Djonny.
Karena itu, ia menilai hal ini perlu dibicarakan lebih lanjut dengan Pemerintah Provinsi.
Pasalnya jika film tak ada yang mau diputar, malah jadi tak ada gunanya mengizinkan bioskop buka.
"Nggak penting ngomong yang lain lagi kalau nggak ada film mau apa bioskop ya kan," pungkasnya.