SuaraJakarta.id - Harga saham emiten produsen minuman beralkohol di Indonesia nampaknya terdampak isu pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol di DPR.
Berdasarkan data RTI, saham produsen minuman beralkohol merek Bintang dari PT Multi Bintang Indonesia Tbk jatuh 4,3 persen ke level Rp 8.350 per lembar saham di sesi I perdagangan hari ini.
Saham MLBI tumbang dalam tiga hari terakhir, mulai dari Rabu (11/11/2020) yang tumbang 5,51 persen di level Rp 9.000 dan Kamis (12/11/2020) juga anjlok 3,06 persen di level Rp 8.725.
Saham produsen minuman beralkohol merek Anker dari PT Delta Djakarta juga jatuh. Terlihat pada sesi I perdagangan hari ini saham DLTA turun 3,86 persen di level Rp 3.980.
Baca Juga:RUU Larangan Minuman Beralkohol Belum Tentu Berlanjut, Ini Penjelasan DPR
Sama dengan MLBI, saham DLTA juga sudah ambruk pada hari sebelumnya yang mana pada hari Kamis turun 0,24 persen di level Rp 4.110.
Usulan melarang minuman beralkohol melalui penerbitan undang-undang menuai pro dan kontra. DPR diharapkan tak salah langkah dengan terburu-buru menyetujui RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol menjadi UU.
Aturan larangan minuman beralkohol dalam bentuk UU belum diperlukan dalam waktu dekat dan wacana tersebut harus dipertimbangkan kembali urgensinya, demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni .
"Karena kalau belajar dari pengalaman yang kita lihat di berbagai negara, kalau minuman beralkohol ini terlalu ketat peraturannya sehingga sangat sulit terjangkau justru berpotensi menimbulkan munculnya pihak yang nakal melakukan pengoplosan alkohol ilegal atau bahkan meracik sendiri," kata Sahroni dalam keterangan tertulis.
Hal itu dikatakan Sahroni terkait Badan Legislasi DPR RI sedang merancang RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol.
Baca Juga:Pro Kontra Larangan Minuman Beralkohol
RUU itu terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal itu berisi berbagai aturan terkait minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana, hingga sanksi pidana bagi yang melanggar.
Sahroni menilai yang penting adalah penegakan aturan minuman beralkohol yang sudah ada selama ini di masyarakat. Menurut dia, mau aturannya seperti apa yang penting penegakan-nya di lapangan.
"Sekarang kita lihat, aturan soal larangan konsumsi alkohol di bawah 21 tahun saja belum benar-bener ditegakkan. Begitu juga larangan menyetir ketika mabuk," ujarnya.
Sahroni menilai jangan sampai pengetatan aturan terkait konsumsi alkohol justru mendatangkan masalah lain, seperti menjamur-nya minuman keras ilegal.
"Jangan sampai aturannya diperketat malah jadi makin banyak yang bandel, misalnya, malah 'ngoplos' alkohol sendiri yang bisa berdampak kematian. Ini malah lebih bahaya," kata dia.
Konsultasi dengan pemerintah dulu
Anggota Badan Legislasi DPR Firman Subagyo mengatakan pimpinan DPR perlu berkomunikasi dengan pemerintah mengenai urgensi pembuatan RUU itu. Firman khawatir risiko RUU Minuman Beralkohol ditolak pemerintah akan merugikan DPR.
"Jangan sampai nanti, setelah kita setujui diharmonisasi DPR, dari pimpinan DPR sudah setuju, sampai kepada tingkat pemerintah, pemerintah tidak setuju," kata Firman.
Politikus Partai Golkar menilai penolakan dari pemerintah akan semakin menurunkan maruah kelembagaan DPR RI di mata publik. Karena publik mengira anggota DPR seenaknya saja mengusulkan rancangan undang-undang, padahal tidak dibutuhkan oleh negara.
Dulu, DPR pernah membentuk Panitia Khusus Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol ini, tetapi ternyata mandek di pembahasan karena pemerintah tidak mau memberikan respons.
"Nasibnya hampir seperti Rancangan Undang-Undang Pertembakauan dan Perkelapasawitan, sudah ada Pansusnya tapi pemerintah tidak pernah memberikan respons, tidak pernah mengirim DIM, dan sebagainya," kata Firman.