Tak Ada Perubahan Setelah Setahun Menang Gugatan Polusi Udara, Kantor Anies Didemo Warga

Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) kembali menggeruduk Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (16/9/2022).

Chandra Iswinarno | Fakhri Fuadi Muflih
Jum'at, 16 September 2022 | 14:28 WIB
Tak Ada Perubahan Setelah Setahun Menang Gugatan Polusi Udara, Kantor Anies Didemo Warga
Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) kembali menggeruduk Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (16/9/2022). [Suara.com/Fakhri Fuadi]

SuaraJakarta.id - Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) kembali menggeruduk Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (16/9/2022). Kedatangan mereka kali ini berkaitan dengan polusi udara di ibu kota.

Diketahui, sudah satu tahun lalu Gubernur Anies Baswedan kalah dalam gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) atas hak udara bersih.

Perwakilan Koalisi Ibu Kota Bondan Andriyanu mengatakan unjuk rasa kali ini juga merupakan peringatan atas satu tahun kemenangan warga dalam gugatan itu.

"Ini adalah aksi memperingati satu tahun kemenangan gugatan warga negara atas polusi udara," ujar Bondan di sisi selatan Monumen Nasional (Monas), Jumat (16/9/2022).

Baca Juga:BMKG: Polusi Udara di Jakarta Bukan Akibat Emisi Kendaraan Bermotor Semata

Menurut Bondan, setelah satu tahun kemenangan warga, Anies belum melakukan perubahan signifikan dalam perbaikan kualitas udara di Jakarta. Pasalnya, sampao saat ini masih ada 115 hari yang kualitas udaranya tergolong buruk mulai Januari-Agustus 2022.

"Artinya, kemenangan warga negara yang sudah diputuskan hakim di tahun 2021 lalu itu, (Pemprov DKI) belum membuat perubahan signifikan," kata Bondan.

"Belum ada langkah nyata yang bisa kami lihat dari Pemrov DKI," tambahnya menjelaskan.

Aksi unjuk rasa dilakukan dengan menampilkan boneka manekin di dalam plastik. Tiga manekin ini menjadi gambaran masyarakat yang terperangkap dan tak bisa menghirup udara sehat.

"Ada manekin yang tervakum udara, ini memvisualisasikan bahwa jika kita tidak segera mengendalikan udara yang tidak sehat ini, seolah-olah masyarakat mau tidak mau terdesak, menghirup udara yang tidak sehat," pungkasnya.

Baca Juga:Jangan Salah Lagi, Polusi Udara Paling Parah di Jabodetabek Terjadi Pagi Hari

Sebelumnya, majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan yaitu polusi udara.

"Mengadili, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian. Menyatakan tergugat I, tergugat II, tergugat III, tergugat IV, dan tergugat V telah melakukan perbuatan melawan hukum," kata ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.

Kelima pihak tergugat adalah tergugat I Presiden RI Joko Widodo, tergugat II Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, tergugat III Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, tergugat IV Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan tergugat V Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Para tergugat dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ketentuan dari segala peraturan perundang-undangan terkait.

Sementara terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dihukum untuk melakukan 4 hal, yaitu:

  1. Melakukan pengawasan setiap orang terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, yaitu:
    • Melakukan uji emisi berkala terhadap kendaraan depo lama.
    • Melaporkan evaluasi penataan ambang batas emisi gas buang dalam kendaraan bermotor lama.
    • Menyusun rekapitulasi sumber pencemar tidak bergerak yang kegiatan usahanya mengeluarkan emisi dan memiliki izin lingkungan dan pembuangan emisi dari Gubernur DKI Jakarta.
    • Mengawasi ketaatan standar dan atau spesifikasi bahan bakar yang ditetapkan.
    • Mengawasi ketaatan larangan pembakaran sampah di ruang terbuka yang mengakibatkan pencemaran udara.
  2. Menjatuhkan sanksi pada setiap orang yang melakukan pelanggaran perundangan di bidang pencemaran udara dan atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, termasuk bagi:
    • Pengendara kendaraan bermotor yang tidak di baku mutu emisi sumber bergerak depo lama.
    • Usaha dan atau kegiatan yang tidak memenuhi baku emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan atau suatu kegiatannya.
  3. Menyebarkan evaluasi pengawasan dan penjatuhan sanksi berkaitan pengendalian pencemaran udara kepada masyarakat.
  4. Menetapkan baku mutu udara ambien daerah untuk Provinsi DKI Jakarta yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem termasuk kesehatan populasi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Menghukum tergugat V untuk melakukan inventarisasi terhadap mutu udara potensi sumber pencemaran udara, kondisi meteorologis dan geografis serta tata guna tanah dalam mempertimbangkan penyebaran emisi sumber pencemaran yang melibatkan populasi," ujar hakim Saifuddin.

Selanjutnya, Gubernur DKI Jakarta juga diminta untuk menetapkan status mutu udara ambien daerah tiap tahun dan mengumumkan ke masyarakat serta menyusun dan mengimplementasikan strategi rencana aksi pengendalian pencemaran udara, dengan mempertimbangkan penyebaran emisi sumber pencemaran secara terfokus tepat sasaran dan melibatkan organisasi publik.

"Menolak gugatan penggugat untuk sebagian dan selebihnya. Menghukum para tergugat untuk membayar perkara sejumlah Rp4,255 juta," kata hakim Saifuddin.

Putusan tersebut diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri dari Saifudin Zuhri, Duta Baskara, dan Tuty Haryati.

Gugatan diajukan oleh 30 orang warga, yaitu Melanie Soebono, Elisa Sutanudjaja, Tubagus Soleh Ahmadi, Nur Hidayati, Adhito Harinugroho, Asfinawati, dan 24 orang lainnya dengan diwakili oleh penasihat hukum Arif Maulana pada 4 Juli 2019.

Dalam permohonannya, para penggugat memohon agar para tergugat dinyatakan terbukti melanggar hak asasi manusia, karena lalai dalam hal pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini